PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA PADA MATERI ATURAN PENCACAHAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING SISWA SMA - Hardy Math

Sunday, July 5, 2015

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA PADA MATERI ATURAN PENCACAHAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING SISWA SMA

I.                   BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Selaras dengan tuntutan kompetensi yang harus dimiliki guru (kompetensi pedagogik,kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesi), pengembangan bahan ajar (materi pembelajaran) dan media merupakan salah satu kewajiban yang diemban guru untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki, pada gilirannya dapat meningkatkan eksistensinya sebagai guru yang profesional.  Pemilihan bahan ajar dan media pembelajaran terkait erat dengan pengembangan silabus, yang di dalamnya terdapat standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, metoda, evaluasi dan sumber. Selaras dengan pengembangan silabus maka materi pembelajaran yang akan dikembangkan sudah semestinya tetap memperhatikan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar, kesesuaian dengan materi pokok yang diajarkan, mendukung pengalaman belajar, ketepatan metoda dan media pembelajaran, dan sesuai dengan indikator untuk mengembangkan asesmen.


Pengembangan suatu bahan ajar harus didasarkan pada analisis kebutuhan siswa. Terdapat sejumlah alasan mengapa perlu dilakukan pengembangan bahan ajar, seperti yang disebutkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008: 8-9) sebagai berikut.
1.      Ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum
2.      Karakteristik sasaran, artinya bahan ajar yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran, karakteristik tersebut meliputi lingkungan sosial, budaya, geografis maupun tahapan perkembangan siswa
3.      Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah atau kesulitan dalam belajar.
Dengan demikian, pengembangan bahan ajar di sekolah perlu memperhatikan karakteristik siswa dan kebutuhan siswa sesuai kurikulum, yaitu menuntut adanya partisipasi dan aktivasi siswa lebih banyak dalam pembelajaran. Menurut Sungkono (2003: 2), bahan ajar dapat diartikan bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara lengkap dan sistematis berdasarkan prinsipprinsip pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar bersifat sistematis artinya disusun secara urut sehingga memudahkan siswa belajar. Di samping itu bahan ajar juga bersifat unik dan spesifik. Unik maksudnya bahan ajar hanya digunakan untuk sasaran tertentu dan dalam proses pembelajaran tertentu, dan spesifik artinya isi bahan ajar dirancang sedemikian rupa hanya untuk mencapai kompetensi tertentu dari sasaran tertentu. Salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan menggunakan LKS diharapkan siswa benar-benar aktif dan mandiri sehingga dapat menyerap dan mengingat lebih lama terhadap apa yang dipelajarinya. LKS memuat hal-hal yang perlu diketahui siswa dari pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh siswa. LKS juga dapat memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk mengungkapkan kemampuan dan keterampilan untuk berbuat sendiri dalam mengembangkan proses berpikirnya melalui mencari, menebak, bahkan menalar (Suhadi, 2007: 4).
Pada masa sekarang ini dimana kurikulum 2013 telah diterapkan di setiap jenjang pendidikan guru dituntut dapat mewujudkan suasana belajar yang demokratif, kreatif, dan inovatif dalam pembelajaran di sekolah, yaitu suasana belajar yang melibatkan siswa secara aktif baik sebagai subjek maupun sebagai objek belajar sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah sesuai dengan bakat dan potensi yang ada pada dirinya serta secara langsung dan tidak langsung guru dapat meningkatkan mutu pembelajaran.  Namun faktanya, masih banyak guru belum sepenuhnya dapat merealisasikan suasana belajar yang demokratis, kreatif dan inovatif.  Penyebab utamanya adalah guru belum mampu untuk menemukan metode atau teknik mengajar yang tepat sehingga pembelajaran menjadi monoton dan cenderung membosankan.  Dominasi guru yang terlalu kuat juga membuat kreativitas siswa kurang berkembang selain materi pelajaran matematika yang terkenal abstrak.  Apabila hal ini dibiarkan secara terus-menerus bukan hal yang mustahil akan menyebabkan mutu pembelajaran menurun sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak akan pernah terwujud secara optimal dan tentu akan berakibat pada hasil belajar dan tingkat kecanggihan berfikir siswa. 
Metode penemuan merupakan suatu cara penyampaian topik-topik matematika, sedemikian hingga proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika melalui serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang lampau. Keterangan-keterangan yang harus dipelajari ini tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa diwajibkan melakukan aktivitas mental sebelum keterangan yang dipelajari itu dapat dipahami
Bruner mengungkapkan metode mengajar dengan discovery ini. Ia ingin memperbaiki pengajaran yang selama ini hanya mengarah kepada menghafal fakta-fakta saja, tidak memberikan kepada murid pengertian tentang konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang terdapat di dalam pengajaran.
Carin dan Sund menyatakan bahwa “pembelajaran penemuan dibedakan menjadi tiga yaitu: eksposisi (eksposition) penemuan terbimbing (geided discovery), dan explorasi atau (explorasi of free discovery)”
Dalam metode ini siswa dikehendaki terlibat aktif didalam proses belajarnya. Secara murni, siswa benar-benar sebagai “penemu” yang aktif menemukan berdasarkan pandanganya sendiri sedangkan gurunya hanya sebagai pengawas bahkan tidak membimbing sama sekali. Fungsi guru disini bukan untuk menyelesaikan masalah bagi siswa-siswanya melainkan siswa-siswa harus mampu menyelesaikan sendiri masalahnya
Dari data awal yang diperoleh Pada SMAN 4 Metro masih ditemui beberapa permasalahan diantaranya hasil belajar siswa sebelumnya pada pokok bahasan Aturan Pencacahan masih tergolong rendah. Terdapat 65 % siswa yang baru benar-benar dinyatakan tuntas belajar sisanya tuntas dengan remedial,hal ini berarti bahwa keberhasilan siswa pada ranah kognitif belum memenuhi ketuntasan secara klasikal yaitu 75%.
Berdasarkan pada uraian diatas peneliti berasumsi bahwa pengembangan bahan ajar dengan menggunakan metode penemuan terbimbing akan dapat menjadi solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah yang di alami siswa di atas, oleh karena itu penulis melakukan pengembangan terhadap bahan ajar yaitu Pengembangan Bahan Ajar Matematika Pada Materi Aturan Pencacahan Dengan Metode Penemuan Terbimbing Siswa SMAN 4 Metro Kelas XI IPS Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1.      Bagaimanakah mengembangkan bahan ajar matematika pada Materi Aturan Pencacahan Dengan Metode Penemuan Terbimbing Siswa SMAN 4 Metro Kelas XI IPS Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015.
2.      Bagaimanakah respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran menggunakan bahan ajar matematika materi aturan pencacahan yang dikembangkan dengan metode penemuan terbimbing ini.
3.      Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini?
D. Tujuan Peneniltian
Tujuan penelitian ini adalah :
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah :
1.      Mendeskripsikan kualitas bahan ajar matematika materi aturan pencacahan  yang dikembangkan dengan metode penemuan terbimbing untuk siswa SMA kelas XI semester 2 dilihat dari kriteria validitas dan efektivitas.
2.      Mendeskripsikan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran menggunakan bahan ajar matematika materi aturan pencacahan dengan metode penemuan terbimbing untuk siswa SMA kelas XI semester 2.

A.    Pembatasan Masalah
1.      Pengembangan yang dimaksud adalah pengembangan bahan ajar dengan menggunakan model 3-D yang merupakan modifikasi dari model 4-D Model dari Thiagarajan. Secara singkat, tahapan dalam penelitian ini adalah Define (Pendefinisian), Design (Perancangan), dan Develop (Pengembangan)
2.      Bahan ajar yang dikembangkan disini meliputi modul dan LKS menggunakan model penemuan terbimbing
3.      Cakupan materi yang dikembangkan adalah aturan pencacahan yang terdapat dalam standar isi kurikulum 2013 pada semester genap.
B.     Manfaat Penelitian
Bagi Siswa
1.      Membantu siswa dalam memahami materi pelajaran, terutama materi aturan pencacahan
2.      Menambah referensi bahan ajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Bagi Guru
1.      Menambah pengalaman guru dalam menggunakan bahan ajar dengan metode penemuan terbimbing.
2.      Memacu guru untuk dapat mengembangkan bahan ajar secara mandiri.
Bagi Sekolah
1.      Menjadi bahan acuan untuk melaksanakan pembelajharan di sekolah
2.      Menambah referensi bagi bahan bacaan yang ada di sekolah

II.                BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
1.      Pengertian pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan siswa (Syaiful Bahri Djamarah, 2002: 43). E. Suherman (2003: 8) mengartikan pembelajaran sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 (Benny Susetyo, 2005: 167) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Peserta didik yang dimaksud adalah siswa dan pendidik adalah guru. Menurut Sugihartono (2007: 81), pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisir, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal.
Pengertian Pembelajaran Matematika
            Menurut Fontana (dalam Depdikbud, 1994: 2) menyatakan “bahwa konsep belajar sebagai proses perubahan perilaku individu yang relative tetap sebagai hasil dari pengalaman”. Sedangkan konsep pembelajaran merujuk pada upaya penataan lingkungan yang memberi suasana bagi tumbuh dan perkambangan proses belajar. Jadi, bila dilihat dari individu yang belajar, proses belajar bersifat internal dan unik, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja dirancang dan bersifat rekayasa. Karena pembelajaran bersifat rekayasa yakni rekayasa perilaku (Behavior Engeneering) maka proses tersebut selalu terikat dengan tujuan. Atas dasar itu maka terjadinya proses belajar adalah kriteria dasar dari proses pembelajaran. Dengan kata lain proses pembelajaran dinilai berhasil bila yang belajar dapat belajar sesuai dengan tujuan yang dirancang sebelumnya. Meskipun demikian proses belajar sebagai suatu proses psikologis-sosial yang unik tidak selamanya terjadi karena adanya proses pembelajaran.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

Selain interaksi yang baik antara guru dan siswa tersebut, faktor lain yang menentukan keberhasilan pembelajaran matematika adalah bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut
2.      Model Penemuan terbimbing
Pembelajaran model penemuan terbimbing dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari (Markaban, 2006:15). Dalam mengembangkan bahan ajar dengan model penemuan terbimbing maka dalam bahan ajar tersebut  harus tampak langkah-langkah model penemuan terbimbing. Menurut Markaban (2006: 16), tahapan dalam model penemuan terbimbing adalah (1) merumuskan masalah, (2) menyusun konjektur, (3) cek pemahaman.
Model ini selain mempunyai kelebihan juga menpunyai kelemahan.  Menurut Markaban (2006:16 – 17), kelebihan dari pendekatan penemuan terbimbing yaitu: (1) siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, (2) menumbuhkan sikap inquiry, (3)mendukung kemampuan problem solving siswa, (4) materi yang dipelajari dapat lebih dimengerti siswa. Adapun kelemahan model penemuan terbimbing yaitu: (1) untuk materi tertentu, waktu yang dibutuhkan relatif lebih lama, (2) untuk siswa yang kurang aktif, akan sulit mengikuti proses pembelajaran, (3) tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing.
3.      Bahan Ajar
         Bahan ajar adalah segala bentuk bahan atau materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas, 2006:4). Menurut Pannen bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. (Tian Belawati 2003:1-3). Muhaimin mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan menurut Abdul Majid, bahan ajar adalah segala bentuk bahan, informasi, alat dan teks yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa tertulis maupun bahan yang tidak tertulis. (Muhaimin:2008). Selain itu bahan ajar atau materi kurikulum (curriculum material) adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami oleh siswa dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. (Abdul Majid 2007:174).

       Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran (KTSP-SMK, 2012:2). Sedangkan Siddiq (2008:28) mengemukakan bahwa bahan ajar dapat dibentuk sebagai alat peraga pembelajaran, media pembelajaran atau dalam bentuk berbagai sumber belajar. Bahan ajar dalam bentuk media pembelajaran berfungsi sebagai perantara dalam komunikasi pembelajaran, karena pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi antara siswa dengan sumber pesan pembelajaran. Pesan pembelajaran yang didesain dalam bentuk media pembelajaran akan membuat komunikasi pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Efisiensi dan efektivitas pembelajaran diwujudkan dalam bentuk pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang dipelajari, dan respon siswa yang didasarkan atas pemahaman materi pelajaran yang dipelajari.
         Bahan ajar perlu dikembangkan dan diorganisasikan secara mantap dan matang agar pembelajaran tidak melenceng dari tujuan yang hendak dicapai. Mengembangkan bahan ajar adalah suatu aktivitas “mendesain” materi pelajaran menjadi bahan yang siap disampaikan/digunakan dalam proses pembelajaran. Dengan bahan ajar yang didesain baik akan mempermudah siswa dalam belajar.
Menurut Bandono (2009), bahan ajar dikembangkan dengan tujuan:
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik.
2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, oleh karenanya perlu dikembangkan bahan ajar yang berkualitas yang dapat memenuhi kebutuhan guru dan siswa yang didesain secara menarik untuk memudahkan siswa dalam memahami materi.
 
III.             PROSEDUR  PENGEMBANGAN

Penelitian ini di laksanakan di SMA N 4 Metro yang terletak di Tejosari Kecamatan Metro Timur Lampung,
Subjek penelitian adalah kelas XI IPS1 yang terdiri dari 24 siswa. Objek penelitian adalah bahan ajar aturan pencacahan berbasis penemuan terbimbing.

Pengembangan lembar kerja siswa ini dilakukan dengan 3-D yang merupakan modifikasi dari model 4-D Model dari Thiagarajan. Secara singkat, tahapan dalam penelitian ini adalah Define (Pendefinisian), Design (Perancangan), dan Develop (Pengembangan). Pada tahap pendefinisian dibagi menjadi lima yaitu: (1) analisis awal-akhir, (2) analisis siswa, (3) analisis konsep, (4) analisis tugas, dan (5) spesifikasi tujuan pembelajaran. Pada tahap perancangan dibagi menjadi empat yaitu: (1) penyusunan tes, (2) pemilihan media, (3) pemilihan format, dan (4) rancangan awal. Pada tahap pengembangan dibagi menjadi dua yaitu: (1) peniliaian para ahli dan (2) uji coba lapangan. Dalam tahapan uji coba produk dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan tingkat keefektifan, kevalidan, dan kepraktisan dari produk yang dihasilkan. Uji coba produk meliputi: (1) desain uji coba, dalam pengembangan bahan ajar ini dilakukan validasi oleh dosen matematika, satu guru matematika SMA dan 24 siswa SMA kelas XI IPS; (2) Subjek uji coba, subjek uji coba dalam pengembangan bahan ajar ini adalah sebagai berikut; Subjek ahli adalah satu dosen matematika dengan kriteria minimal telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang S2 dan satu guru matematika SMA dengan kriteria telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang S1 dan perpengalaman mengajar minimal 5 tahun. Subjek uji coba adalah 24 siswa dengan kriteria merupakan siswa SMA kelas XI IPS; (3) Jenis data, jenis data yang akan digunakan untuk memvalidasi bahan ajar  adalah data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari subjek validasi. Data kuantitatif merupakan data yang berupa skor penilaian terhadap bahan ajar  yang diberikan pada saat validasi sesuai dengan kriteria penilaian pada angket yang nantinya akan dianalisis kevalidannya. Data kualitatif merupakan data yang berupa komentar atau saran terhadap bahan ajar dari subjek ahli dan para subjek uji coba; (4) Instrumen pengumpulan data, instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data direncanakan adalah berupa lembar validasi, angket siswa dan jawaban terhadap soal evaluasi; (5) Teknik analisis data. Untuk menganalisis data kualitatif digunakan analisis kualitatif, sedangkan untuk menganalisis data kuantitatif digunakan analisis statistik yang merupakan perhitungan prosentase skor lembar validasi. Adapun pedoman perhitungan prosentase skor lembar validasi sebagai berikut.
P =
Keterangan :
      P = menyatakan prosentase nilai
       = menyatakan total rata-rata skor item dari semua validator
               = skor maksimum dari semua itemn (diadaptasi dari sugiyono : 2007)
                   Selanjutnya pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:



Persentase (%)
Kriteria validitas
Keterangan
85 – 100
Sangat valid
Tidak direvisi
70 – 84
Valid
Tidak direvisi
55 – 69
Cukup valid
Tidak direvisi
50 – 54
Kurang valid
Revisi
0 – 49
Tidak valid
Revisi
                        (diadaptasi dari Arikunto : 2009)
                        Selain hasil analisis dari lembar validasi terdapat juga teknik analisis hasil
                 pengerjaan bahan ajar oleh siswa dan angket siswa. Adapun pedoman analisis sebagai berikut. (1) Hasil pengerjaan evaluasi oleh siswa. Jika minimal 18 dari 24 siswa yang menjadi subyek uji coba hasil tesnya memenuhi standar ketuntasan belajar, yaitu lebih dari atau sama dengan 75 % dari nilai tertinggi, maka dapat disimpulkan bahwa siswa menguasai materi. (2) Angket siswa. Jika lebih dari 50 % memberikan tangggapan sama maka hal ini dijadikan dasar untuk melakukan revisi.


No comments:

Post a Comment