BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Pendidikan adalah suatu sistem yang didalamnya
terdapat proses pembelajaran dimana peserta didik mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Sejalan dengan adanya hal itu menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdikan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Visi pendidikan nasional adalah
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Permendiknas
No.41 tahun 2007).
Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 mengenai
Tujuan Pendidikan Nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan
bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Pembelajaran
berbasis kompetensi menganut prinsip pembelajaran tuntas untuk penguasaan dalam
sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga siswa dapat bekerja sesuai
dengan kompetensi profesi yang dituntut oleh dunia kerja.
Agar
siswa bisa belajar secara tuntas, mulai kurikulum tahun 2013 ditegaskan bahwa dalam proses pembelajaran digunakan prinsip learning
by doing dan individualized learning. Learning by doing dapat
menjadikan pembelajaran bermakna dan dapat dikembangkan menjadi
pembelajaran berbasis produksi. Individualized learning memungkinkan
siswa belajar dengan kecepatan masing-masing dengan pembelajaran sistem
modular. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik.
Dalam proses pembelajaran
selalu dituntut bagaimana bahan pelajaran dari guru bisa dikuasai oleh siswa secara tuntas. Agar materi pelajaran bisa lebih
mudah diterima oleh siswa, maka perlu digunakanannya beberapa prinsip
pengelolaan kelas, penentuan metode belajar, serta penggunaan
media pembelajaran yang efektif, dan efisien. Selama ini, model pembelajaran
dengan menggunakan metode ceramah, dimana
guru lebih banyak menyampaikan materi secara lisan yang dibantu fasilitas modul
cetak dan papan tulis, masih banyak diterapkan di sekolah-sekolah, sehingga
kurangnya daya serap siswa terhadap materi yang disampaikan. Metode belajar akan sangat mempengaruhi hasil
belajar itu sendiri. Berdasarkan masalah diatas, untuk memperoleh proses
pembelajaran yang efektif, serta mampu menarik perhatian siswa, maka
diperlukan suatu metode pembelajaran yang inovatif, serta mudah difahami oleh
siswa. Yaitu dengan menggunakan media pembelajaran, alat peraga yang diminati
siswa. Perkembangan internet semakin hari semakin pesat, hampir semua bidang
memanfaatkan internet, termasuk bidang pendidikan. Semakin tingginya
penggunaan teknologi maka model pembalajaran pun harus semakin canggih,
agar siswa tidak merasa bosen dengan model pembelajaran yang ada.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang
sangat pesat, merambah pada semua aspek kehidupan, tak terkecuali pada bidang
pendidikan dan pelatihan. Meskipun awalnya dari ilmu dan teknologi komunikasi,
namun dengan berkembangnya teknologi komputer baik software maupun
kemampuan hardware-nya, terjadilah pergeseran paradigma yang berkembang
pada tatanan masyarakat dimana terbentuk suatu tatanan masyarakat informasi,
yang mana menjadikan informasi sebagai salah satu aspek dan pilar terpenting
dalam kehidupan. Pada bidang pendidikan khususnya pendidikan teknologi dan
kejuruan (PTK),
TI digunakan sebagai pranata (means)
media pembelajaran maupun sebagai sumber belajar (resources).
Konsekuensinya adalah keseluruhan perangkat personil pendidikan, dimana di
dalamnya termasuk dosen/guru/instruktur maupun pengelola pendidikan perlu
melengkapi keterampilan dalam menggunakan TI sebagai sebuah kompetensi dalam
kerangka kerja pengembangan profesionalnya. Fokus penggunaan TI adalah
melengkapi pranata yang sudah ada, yang mungkin digunakan kedalam kurikulum dan
peluang mengintegrasikan TI kedalam aktivitas proses pembelajaran di kelas.
Perkembangan TI pada masa yang akan datang juga akan membawa perubahan dan
tantangan tambahan tersendiri, yakni dengan meningkatnya harapan terhadap
penggunaan TI, khusus dalam kontribusinya pada pendidikan teknologi dan
kejuruan. Beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan oleh dosen/guru/instruktur
dan pengelola pendidikan khususnya pada pendidikan teknologi dan kejuruan
(PTK), sebagaimana yang digariskan oleh NCTE (1995), yakni:
·
Penyikapan positif terhadap
perkembangan dan penggunaan TI
·
Pemahaman potensi TI dalam
bidang pendidikan
·
Kemampuan menggunakan TI secara
efektif dalam kurikulum dan pembelajaran
·
Kemampuan mengelola penggunaan
TI di kelas
·
Kemampuan mengevaluasi
penggunaan TI
·
Kemampuan meningkatkan
diferensiasi dan penentuan progres
·
Kapabilitas teknik menggunakan
sumber daya TI dan keterampilan yang selalu up-date (diperbaharui)
Pada lingkup perguruan tinggi maupun
persekolahan, penggunaan TI dilakukan seperti pada penghimpunan data, dimana
komputer mengolah dan memobilisasi data serta dapat mendukung para guru atau
dosen dalam aktivitas keseharian pembelajaran, memperbaiki efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran, serta membantu dalam pencapaian tujuan-tujuan
pembelajaran. Untuk itu penting dilakukan suatu penelitian yang mengarahkan
pada pembentukan dan pengembangan konsep kerangka model pembelajaran berbasis
TI (e-learning) yang didasarkan pada analisis kebutuhan (needs
assessment) untuk menilai esensi dan urgensi tidaknya pembelajaran berbasis
TI dalam lingkup pembelajaran teknologi dan kejuruan.
Dalam era global seperti sekarang ini, setuju atau tidak,
mau atau tidak mau, harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi
informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi tersebut telah mempengaruhi
kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak ‘gagap’
teknologi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang terlambat
menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh kesempatan-kesempatan
untuk maju.
Berkembangnya teknologi
ilmu informasi dan komunikasi memberi dampak terhadap berbagai sendi kehidupan,
termasuk dunia pendidikan.
Pendidikan jarak
jauh atau dapat juga disebut sebagai pembelajaran jarak jauh, mungkin sudah
mulai dilirik oleh para pelaku pendidikan untuk dijadikan salah satu solusi
dari masalahpendidikandiatas. Lebih tepatnya lagi mulai menjadi “trend-center” dalam dunia pendidikan kita. Sebenarnya
istilah tersebut sudah lama digaungkan bahkan diterapkan oleh para pendidik
maupun peserta didik dalam suatu proses pembelajaran yang dalam hal ini lebih
banyak dilakukan secara terpisah di luar kelas. Secara terpisah disini berarti
antara pendidik dan peserta didik tidak berada dalam satu ruangan yang sama
bahkan waktunyanya pun bisa berbeda.
Perkembangan teknologi internet memberikan nuansa system
pendidikan jarak jauh yang lebih terbuka lagi.Sistem pembelajaran yang berbasis
web yang popular dengan sebutan electronic learning (e-learning), Web-Based
Training (WBT) atau kadang disebut Web-Based Education (WBE), kampus
maya (Virtual camous), m-learning (mobile learning) dan
lain-lain sudah mulai dikembangkan secara luas. Dengan keadaan yang
demikianlah, belajar jarak jauh dan pendidikan terbuka/jarak jauh akan menjadi
pelopor memasuki dekade baru.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Dwi Rani (2012) bahwa “...internet terbukti berpengaruh dan efektif untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.” Schoology merupakan social network berbasis lingkungan
sekolah (school based environment). Dikembangkan oleh Nicolas Borg
and Jeff O’Hara (2008), Schoology
ditujukan untuk penggunaan bagi guru, siswa dan orang tua siswa. Tampilan Schoology
hampir sama dengan jejaring sosial facebook. Situs jejaring
sosial facebook sudah lumrah dikalangan remaja bahkan anak usia SD
pun sudah mengenal apa yang namanya facebook. Menurut Rismayanti (2012 :
2) Schoology adalah platform media sosial yang sering digambarkan sebagai Facebook untuk sekolah dan dapat
berfungsi lebih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan. Schoology
merupakan aplikasi yang menarik bagi guru
dan siswa dengan elemen sosial yang menyerupai facebook, tapi
sesungguhnya ada nilai lebih besar dalam aplikasi edukasi berbasis jejaring
sosial ini.
Schoology merupakan bukti pesatnya perkembangan tekonologi internet yang ada. Dapat disimpulkan bahwa Schoology
adalah platform media sosial bagi guru dan siswa atau dosen dan
mahasiswa yang berfungsi untuk berbagi ide, file, agenda kegiatan dan penugasan yang dapat menciptakan interaksi guru dan
siswa. Sehingga Schoology memungkinkan bisa diterapkan sebagai media pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran
e-learning schoology?
2. Bagaimanakah
sintaks model pembelajaran e-learning
schoology?
3. Bagaimana
mengembangkan pembelajaran e-learning
schoology?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan akan tercapai,
setelah membaca dan memahami makalah ini, yakni sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian, karakteristikdan hakikat model pembelajarane-learning
2. Mengetahuisintaks
model pembelajaran e-learning schoology.
3. Mampu mengembangkan
pembelajaran e-learning schoology.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan
bermanfaat bagi Peserta didik, Guru, Sekolah dan Peneliti.
1. Bagi Peserta Didik
a.
Memberikan
pengalaman belajar yang berbeda, mudah dan menyenangkan.
b.
Peserta
didik dengan menggunakan schoology kapanpun dan dimanapun dengan akses
internet.
c.
Menimbulkan
sifat bertanggung jawab atas semua kegiatan belajar yang dilakukan di dalam schoology.
2. Bagi Guru
Mempermudah kegiatan belajar karena guru tidak harus melakukan kegiatan
tatap muka secara langsung dengan peserta didik. Guru cukup sebagai fasilitator
yang baik didalam aktivitas belajar.
3. Bagi Sekolah
Dapat mencetak peserta didik dan guru yang berkualitas dan berkompetan
dengan penerapan e-learning melalui media shoology.
4. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui efektifitas e-learning melalui media schoology
dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1. Pengertian e-Learning
e-Learning atau
pembelajaran elektronik, merupakan salah satu bentuk dari aplikasi Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa
definisi e-learning yang dikemukakan oleh para ahli. Definisi-definisi
tersebut memiliki cakupan yang berbeda, tergantung dari perspektif yang
digunakan oleh ahli yang bersangkutan. Berikut adalah beberapa definisi e-learning
yang penulis dapatkan dari berbagai sumber:
a)
“A broad combination
of processes, content, and infrastructure to use computers and networks to
scale and/or improve one or more significant parts of a learning value chain,
including management and delivery.” (Adrich dalam
Clark: 2010)
Clark Adrich dalam bukunya yang berjudul “Simulations
and the Future of Learning” menekankan definisi e-learning pada
kerangka berpikir penggunaan jaringan komputer. Ia menyatakan bahwa e-learning
merupakan sebuah kombinasi antara proses, materi dan infrastruktur dalam
penggunaan komputer dan jaringannya dalam rangka meningkatkan kualitas pada
satu atau lebih bagian signifikan dari aspek-aspek rangkaian kegiatan
pembelajaran, termasuk di antaranya adalah aspek manajemen dan aspek
pendistribusian materi pelajaran.
b)
"The use of
innovative technologies and learning models to transform the way individuals
and organisations acquire new skills and access knowledge." (Jeurissen dalam Moeng: 2004)
Victor Jeurissen dalam artikel “IBM
tackles learning in the workplace” yang ditulis oleh B. Moeng, mengemukakan
definisi e-learning yang lebih umum. Ia mendefinisikan e-learning sebagai
pengaplikasian teknologi dan model pembelajaran inovatif untuk mengubah cara
individu atau organisasi dalam mengakses ilmu pengetahuan dan memperoleh
keterampilan baru.
c)
“The delivery of a
learning, training or education program by electronic means. E-learning
involves the use of a computer or electronic device (e.g. a mobile phone) in
some way to provide training, educational or learning material.” (Stockley: 2003)
Derek Stockley, seorang ahli pendidikan dari
Australia dalam situs webnya (derekstockley.com.au) memberikan definisi bahwa e-learning
adalah proses penyampaian program pembelajaran, pelatihan atau pendidikan
secara elektronik. e-Learning melibatkan penggunaan komputer atau alat
elektronik (misalnya telepon seluler) dalam berbagai cara untuk menyediakan
bahan-bahan pelatihan, pendidikan atau pembelajaran.
f)
“E-learning is a
broad set of applications and processes which include web-based learning,
computer-based learning, virtual and digital classrooms. Much of this is
delivered via the Internet, intranets, audio and videotape, satellite
broadcast, interactive TV, and CD-ROM. The definition of e-learning varies
depending on the organization and how it is used but basically it is involves
electronic means of communication, education, and training.” (The American
Society for Training and Development/ASTD: 2009)
Organisasi Masyarakat Amerika untuk Kegiatan
Pelatihan dan Pengembangan (The American Society for Training and
Development/ASTD) memberikan definisi umum yang lebih spesifik terhadap
metode maupun media yang digunakan dalam proses e-learning.
Definisi ini dimuat dalam situs web about-elearning.com. Definisi
tersebut menyatakan bahwa e-learning merupakan proses dan kegiatan penerapan
pembelajaran berbasis web (web-based learning), pembelajaran berbasis
komputer (computer based learning), pendidikan virtual (virtual
education) dan/atau kolaborasi digital (digital collaboration).
Materi-materi dalam kegiatan pembelajaran elektronik tersebut kebanyakan
dihantarkan melalui media internet, intranet, tape video atau audio,
penyiaran melalui satelit, televisi interaktif dan CD-ROM. Definisi ini juga
menyatakan bahwa definisi dari e-learning bisa bervariasi tergantung
dari penyelenggara kegiatan e-learning tersebut dan bagaimana cara
penggunaannya, termasuk juga apa tujuan penggunaannya.
Definisi ini juga menyiratkan simpulan yang
menyatakan bahwa e-learning pada dasarnya adalah pengaplikasian kegiatan
komunikasi, pendidikan dan pelatihan secara elektronik. Definisi dari ASTD
inilah yang banyak digunakan/dijadikan pedoman oleh institusi-institusi
pendidikan/penyedia layanan/software e-learning. Contohnya
learnframe.com yang menyediakan sistem manajemen e-learning atau
aplikasi CMS e-learning moodle yang banyak digunakan oleh
institusi pendidikan konvensional dalam kegiatan blended learningnya.
Berdasarkan 4 definisi e-learning yang
telah dikemukakan oleh Clark Adrich, Victor Jeurissen, Derek Stockley dan
organisasi The American Society for Training and Development/ASTD di atas,
penulis bisa membuat suatu simpulan bahwa, “e-learning adalah penggunaan
teknologi komputer dan jaringan komputer yang disertai oleh penerapan model
pembelajaran inovatif dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang akan
memberikan akses luas kepada peserta didik terhadap ilmu pengetahuan agar
mereka bisa memperoleh keterampilan baru.”
Proses pembelajaran elektronik ini
dilaksanakan guna meningkatkan kualitas rangkaian kegiatan pembelajaran. Selain
menggunakan komputer sebagai sumber utama pengetahuan, kegiatan pembelajaran
ini juga memungkinkan penggunaan perangkat elektronik lain seperti telepon
seluler atau perangkat elektronik bergerak lainnya sebagai media penyampaian
materi pelajaran.
Model pembelajaran yang bisa digunakan
adalah model Pembelajaran Berbasis Web (Web-Based Learning),
Pembelajaran Berbasis Komputer (Computer Based Learning), Pendidikan
Virtual (Virtual Education) dan/atau Kolaborasi Digital (Digital
Collaboration). Sedangkan materi pelajarannya sendiri bisa dihantarkan
melalui media internet, intranet, tape video atau audio, penyiaran melalui
satelit, televisi interaktif dan CD-ROM.
2. Konsep E-learning
Metode
pengajaran tradisional masih kurang efektif jika dibandingkan dengan metode
pengajaran modern. Sistem e-learning diharapkan bukan sekedar
menggantikan tetapi diharapkan pula untuk dapat menambahkan metode dan materi
pengajaran tradisional seperti diskusi dalam kelas, buku, CD-ROM dan pelatihan
komputer non internet. Elemen yang terdapat dalam sistem e-learning sebagai
berikut ini.
1) Soal-soal:
materi dapat disediakan dalam bentuk modul, adanya soal-soal yang disediakan
dan hasil pengerjaannya dapat ditampilkan. Hasil tersebut dapat dijadikan
sebagai tolak ukur dan pelajar mendapatkan apa yang dibutuhkan.
2) Komunitas: para
pelajar dapat mengembangkan komunitas online untuk memperoleh dukungan
dan berbagi informasi yang saling menguntungkan.
3) Pengajar online:
para pengajar selalu online untuk memberikan arahan kepada para pelajar,
menjawab pertanyaan dan membantu dalam diskusi.
4) Kesempatan
bekerja sama: Adanya perangkat lunak yang dapat mengatur pertemuan online sehingga
belajar dapat dilakukan secara bersamaan atau real time tanpa kendala
jarak.
5) Multimedia:
penggunaan teknologi audio dan video dalam penyampaian materi sehingga menarik
minat dalam belajar.
3. Kelebihan dan
Kekurangan E-learning
a. Kelebihan e-learning
Beberapa kelebihan yang dimiliki dalam pemanfaatan e-learning
untuk proses pembelajaran sebagai berikut ini.
1)
Pengalaman pribadi dalam belajar: pilihan
untuk mandiri dalam belajar menjadikan mahasiswa untuk berusaha melangkah maju,
memilih sendiri peralatan yang digunakan untuk penyampaian belajar mengajar,
mengumpulkan bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan
2)
Mengurangi biaya: lembaga penyelenggara e-learning
dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya perjalanan untuk pelatihan,
menghilangkan biaya pembangunan sebuah kelas dan mengurangi waktu yang
dihabiskan oleh pelajar untuk pergi ke sekolah
3)
Mudah dicapai: pemakai dapat dengan mudah
menggunakan aplikasi e-learning dimanapun juga selama mereka terhubung
ke internet. E-learning dapat dicapai oleh para pemakai dan para pelajar
tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu
4)
Kemampuan bertanggung jawab: Kenaikan
tingkat, pengujian, penilaian, dan pengesahan dapat diikuti secara otomatis
sehingga semua peserta (pelajar, pengembang dan pemilik) dapat bertanggung
jawab terhadap kewajiban mereka masing- masing di dalam proses belajar
mengajar.
b. Kekurangan e-learning
Beberapa
kekurangan yang dimiliki dalam pemanfaatan e-learning untuk proses
pembelajaran sebagai berikut:
1)
kurangnya interaksi antara pengajar dan
pelajar atau bahkan antar pelajar itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa
memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar mengajar;
2)
kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau
aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;
3)
proses belajar mengajar cenderung ke arah
pelatihan daripada pendidikan;
4)
berubahnya peran pengajar dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui
teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
5)
tidak semua tempat tersedia fasilitas
internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon
ataupun komputer);
6)
kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki
keterampilan tentang internet; dan
7)
kurangnya penguasaan bahasa komputer.
4. Teori-Teori yang Melandasi Pengembangan e-Learning
Lahirnya konsep e-learning hingga
terus berkembang dan mencapai bentuk-bentuk aplikasinya yang sekarang didukung
oleh beberapa paradigma pendidikan seperti paradigma pembelajaran, pola-pola
pembelajaran dari Barry Morries, konsep e-learning resources dll.
Thorpe (2002) menyebutkan bahwa kegiatan
pembelajaran secara elektronik (e-learning) memiliki makna yang sama
dengan makna pendidikan pada umumnya. Maka dari itu, ada beberapa pedagogi yang
bisa diterapkan ke dalam kegiatan e-learning tersebut. Weller (2002) membuat
daftar pedagogi-pedagogi tersebut sebagai berikut:
1.
Konstruktivisme (Constructivism);
2.
Pembelajaran Berbasis Sumber Daya (Resource-based Learning);
3.
Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning);
4.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning);
5.
Pengajaran Naratif (Narrative-based teaching);
6.
Pembelajaran Terkondisi (Situated Learning).
Pada dasarnya, teknologi (apapun bentuknya)
memiliki sifat yang netral. Sehingga dalam pendidikan, kita bisa mencoba
melakukan penerapan berbagai pendekatan pendidikan atau pedagogis terhadap
teknologi tersebut, dalam hal ini teknologi pendukung e-learning.
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa
peserta didik mengkonstruk/membangun sendiri pengetahuan yang akan mereka miliki.
Pengkonstrukan (pembangunan) pengetahuan tersebut dilakukan berdasarkan
pengalamannya sendiri atau dari pengalaman orang lain. Unsur terpenting dalam
teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman peserta
didik untuk menarik minat mereka.
Konstruktivisme memiliki kaitan erat dengan
pembelajaran elektronik (e-learning), karena dalam e-learning siswa
melakukan pembelajarannya secara mandiri melalui bahan-bahan ajar yang
disampaikan melalui situs web.
2. Pembelajaran Terkondisi (Situated Learning)
Pendekatan terkondisi pertama kali
dikemukakan oleh Jean Lave dan Etienne Wenger pada tahun 1991 sebagai sebuah
model pembelajaran dalam suatu komunitas belajar. Lave dan Wenger berpendapat
bahwa pembelajaran bukan hanya sekedar proses transmisi ilmu pengetahuan yang
terbatas dari guru dan murid saja, tetapi pembelajaran itu haruslah menjadi
sebuah proses sosial di mana pengetahuan pada peserta didik terkonstruksi oleh
pemahaman mereka sendiri.
Teori ini juga bisa menjadi pendukung bagi
pembelajaran elektronik (e-learning), di mana dalam aplikasinya, peserta
didik bisa saling berinteraksi dalam sebuah forum, mailing list,
chatbox atau bulletin board untuk saling bertukar informasi dan
membangun pemahaman bersama terhadap suatu materi pembelajaran.
3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
sebuah strategi pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student-centered
learning), di mana peserta didik bekerja secara kolaboratif untuk
memecahkan masalah dan menyerap intisari dari pengalaman belajar mereka untuk
dijadikan sebuah pengetahuan.
Dalam e-learning, teori ini bisa
diterapkan saat peserta didik dituntut untuk berkomentar terhadap materi
perkuliahan yang diberikan. Komentar dari mahasiswa tersebut kemudian akan
dijadikan sebagai sebuah patokan oleh dosen untuk memberikan penilaian terhadap
mahasiswa yang bersangkutan.
Selain berpedoman kepada tiga teori
pembelajaran di atas, pengembangan sebuah aplikasi e-learning hendaknya
juga diarahkan agar mampu memenuhi empat filosofi e-learning seperti
yang dikemukakan Cisco dalam Rusman (2009: 198) sebagai berikut:
d.
e-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan dan
pelatihan secara online;
e.
e-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar
secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks,
CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan
perkembangan globalisasi;
f.
e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam
kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan
pengembangan teknologi pendidikan;
g.
Kapasitas peserta didik amat
bervariasi tergantung pada bentuk, isi dan cara penyampaiannya. Makin baik
keselarasan antar content dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka
akan lebih baik kapasitas peserta didik yang pada gilirannya akan memberi hasil
yang lebih baik.
5.
Karakteristik dan
Keunggulan e-Learning
Pemanfaatan e-learning yang baik akan
mendorong terciptanya lingkungan belajar yang berpusat pada siswa (student-centered
learning), karena e-learning menuntut peserta didik untuk belajar
secara mandiri dan mengkonstruk ilmu pengetahuannya sendiri. Hal tersebut
sesuai dengan karakteristik e-learning yang dikemukakan oleh Riyana
(2007) sebagai berikut:
1.
Daya tangkap siswa terhadap
materi pembelajaran tidak tergantung kepada instruktur/guru, karena siswa
mengkonstruk sendiri ilmu pengetahuannya melalui bahan-bahan ajar yang disampaikan
melalui interface situs web;
2.
Sumber ilmu pengetahuan
tersebar di mana-mana serta dapat diakses dengan mudah oleh setiap orang. Hal
ini dikarenakan sifat media Internet yang mengglobal dan bisa diakses oleh
siapapun yang terkoneksi ke dalamnya;
3. Pengajar/lembaga pendidikan berfungsi sebagai mediator/pembimbing;
4.
Diperlukan sebuah
restrukturisasi terhadap kebijakan sistem pendidikan, kurikulum dan manajemen
yang dapat mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
pendidikan secara optimal.
Empat karakteristik di atas merupakan hal
yang membedakan e-learning dari kegiatan pembelajaran secara
konvensional. Dalam e-learning, daya tangkap peserta didik terhadap
materi pembelajaran tidak lagi tergantung kepada instruktur/pengajar, karena peserta
didik mengkonstruk sendiri ilmu pengetahuannya melalui bahan-bahan ajar yang
disampaikan melalui interface aplikasi e-learning. Dalam e-learning
pula, sumber ilmu pengetahuan tersebar di mana-mana serta dapat diakses
dengan mudah oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan sifat media internet yang
mengglobal dan bisa diakses oleh siapapun yang terkoneksi ke dalamnya.
Terakhir, dalam e-learning pengajar/lembaga pendidikan berfungsi sebagai
mediator/pembimbing. Hal ini berkebalikan dengan kegiatan pembelajaran
konvensional di mana pengajar/lembaga pendidikan berfungsi sebagai sumber utama
ilmu pengetahuan. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka e-learning memiliki
kelebihan tersendiri bila dipandang sebagai sebuah alternatif untuk model
pembelajaran konvensional. Lebih lanjut, Riyana (2007: 22) menyebutkan
kelebihan-kelebihan tersebut sebagai berikut:
1.
Interactivity (Interaktifitas); tersedianya jalur komunikasi yang lebih banyak,
baik secara langsung (synchronous), seperti chatting atau messenger
atau tidak langsung (asynchronous), seperti forum, mailing list atau
buku tamu.
2.
Independency (Kemandirian); fleksibilitas dalam aspek penyediaan waktu, tempat,
pengajar dan bahan ajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi lebih
terpusat kepada siswa (student-centered learning).
3.
Accessibility (Aksesibilitas); sumber-sumber belajar menjadi lebih mudah diakses
melalui pendistribusian di jaringan Internet dengan akses yang lebih luas
daripada pendistribusian sumber belajar pada pembelajaran konvensional.
4.
Enrichment (Pengayaan); kegiatan pembelajaran, presentasi materi kuliah dan
materi pelatihan sebagai pengayaan, memungkinkan penggunaan perangkat teknologi
informasi seperti video streaming, simulasi dan animasi.
6.
Fungsi e-Learning
e-Learning sebagai
suatu model pembelajaran yang baru memiliki beberapa fungsi terhadap kegiatan
pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction). Siahaan dalam Kamil
(2010), memaparkan fungsi e-learning tersebut sebagai berikut:
1.
Suplemen; Dikatakan berfungsi
sebagai suplemen atau tambahan apabila peserta didik mempunyai kebebasan
memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak.
Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses
materi pembelajaran.
2.
Komplemen; Dikatakan berfungsi
sebagai komplemen atau pelengkap apabila materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam
kelas (Lewis: 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement atau remedial bagi
peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
3.
Substitusi; Beberapa perguruan
tinggi di negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan
pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya. Tujuannya agar para
mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai
dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa.
7.
Model-Model e-Learning
Berdasarkan definisi dari ASTD, e-learning
bisa dibagi ke dalam empat model, yaitu:
1.
Web-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Web)
Pembelajaran berbasis web merupakan “sistem pembelajaran jarak jauh
berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan antarmuka web” (Munir 2009:
231). Dalam pembelajaran berbasis web, peserta didik melakukan kegiatan
pembelajaran secara online melalui sebuah situs web. Merekapun bisa
saling berkomunikasi dengan rekan-rekan atau pengajar melalui fasilitas yang
disediakan oleh situs web tersebut.
2.
Computer-Based
Learning (Pembelajaran Berbasis Komputer)
Secara sederhana, pembelajaran
berbasis komputer bisa didefinisikan sebagai kegiatan pembelajaran mandiri yang
bisa dilakukan oleh peserta didik dengan menggunakan sebuah sistem komputer.
Rusman (2009: 49) mengemukakan bahwa
pembelajaran berbasis komputer merupakan “... program pembelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan software komputer
yang berisi tentang judul, tujuan, materi pembelajaran dan evaluasi
pembelajaran.”
3.
Virtual Education (Pendidikan Virtual)
Berdasarkan definisi dari Kurbel
(2001), istilah pendidikan virtual merujuk kepada suatu kegiatan pembelajaran
yang terjadi di sebuah lingkungan belajar di mana pengajar dan peserta didik
terpisah oleh jarak dan/atau waktu. Pihak pengajar menyediakan materi-materi
pembelajaran melalui penggunaan beberapa metode seperti aplikasi LMS,
bahan-bahan multimedia, pemanfaatan internet, atau konferensi video. Peserta
didik menerima mater-materi pembelajaran tersebut dan berkomunikasi dengan
pengajarnya dengan memanfaatkan teknologi yang sama.
4.
Digital Collaboration
(Kolaborasi Digital)
Kolaborasi digital adalah suatu
kegiatan di mana para peserta didik yang berasal dari kelompok yang berbeda
(kelas, sekolah atau bahkan negara bekerja) bersama-sama dalam sebuah
proyek/tugas, sambil berbagi ide dan informasi dengan seoptimal mungkin
memanfaatkan teknologi internet.
8.
Schoology
Mungkin
di Indonesia belum banyak yang mengenal Platform ini. Schoology adalah
jaringan sosial untuk K - 12 sekolah dan lembaga pendidikan
tinggi difokuskan pada kerjasama, yang memungkinkan pengguna untuk membuat, mengelola,
dan berbagi konten akademis. Juga
dikenal
sebagai sistem manajemen pembelajaran (LMS) atau sistem manajemen kursus (CMS), platform
berbasis cloud menyediakan peralatan yang
diperlukan untuk mengelola sebuah kelas online. Schoology memiliki
konsep yang sama dengan LMS + Social
Networking.
Schoology memiliki fitur yang nyaris sama dengan facebook.
Kelebihan
lain Schoology adalah tersedianya fasilitas Attandance/absensi, yang
digunakan untuk mengecek kehadiran peserta didik, dan juga fasilitas Analityc untuk
melihat semua aktivitas peserta didik pada setiap course, assignment, discussion dan
aktivitas lain yang kita siapkan untuk
peserta
didik. Melalui fitur analytic ini, kita juga bisa melihat di mana saja atau pada aktivitas apa saja
seorang peserta didik biasa menghabiskan waktu mereka
ketika dia login.
Schoology
kita
bisa melakukan pengaturan/moderasi terhadap user yang
ingin gabung pada group/kelas kita, pada status Access Group sebagai Invite Only, Allow Requests ataupun
Open. Kita juga bisa memfilter postingposting peserta didik pada sebuah course
sebelum postingan dipublish. Jadi
peserta
didik tidak bisa seenaknya update status pada course-nya.
Selain
posting (update status), Schoology juga menyediakan
fasilitas Blog
untuk
memfasilitasi user yang ingin melakukan posting blog pada account Schoology-nya.
Secara khusus schoology juga memiliki fasilitas untuk berkirim surat/message dan
hanya melalui direct post, maka pada
Schoology,
anda bisa berkirim surat kemanapun melalui fasilitas Messages yang tersedia.
Schoology
juga
tidak hanya bisa mengupdate status Schoology untuk course atau
group anda saja, melainkan anda juga bisa mengintegrasikan (sharing) postingan anda ke account
Facebook atau Twitter anda.
Schoology
juga
menyediakan fasilitas untuk mengelola nilai (grade) hasil quiz atau aktivitas lain, via
Gradebook. Schoology juga bisa diakses
melalui
mobile device, dengan menginstall Schoology Apps, yang bisa anda download dan
gunakan secara gratis
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam Schoology ini
sangatlah lengkap dengan berbagai alat pembelajaran, sama seperti di kelas dalam dunia nyata,
mulai dari absensi, tes dan kuis hingga
kotak
untuk mengumpulkan Pekerjaan Rumah. Yang lebih hebat, Schoology menawarkan jejaring lintas sekolah,
yang memungkin sekolah berkolaborasi
dengan
berbagi data, kelompok dan juga diskusi kelas. Schoology sangat cocok sebegai media pembelajaran
dalam e-learning.
B. Penelitan
Terdahulu
Sistem E-learning merupakan bentuk implementasi pembelajaran yang
memanfaatkan teknologi dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. E-learning merupakan
kegiatan yang berkaitan erat dengan teknologi belajar tingkat tinggi atau dalam
bahasa inggris disebut advanced learning technology (ALT). E-learning
bisa dinikmati dengan menggunakan berbagai media diantaranya: Screencast,
PDA, MP3 Player dengan kemampuan multimedia, Materi berbasis web,
CD-ROM multimedia, Websites dan komunikasi web 2.0, Forum
diskusi, Software kolaborasi, E-mail, Blogs, Wiki, Animasi, Simulasi,
Game, Software pembelajaran dan Kelas virtual. Saat facebook
menjadi jejaring social yang populer. Jejaring sosial ini sungguh merajai,
bahkan google yang mempunyai situs jejaring sosial yang disebut Google Plus belum
bias mengalahkan facebook. Bayangkan jika sekolah dipindahkan ke
jejaring sosial, dimana peserta didik dan guru berkomunikasi secara online.
Hal ini bukan lagi angan-angan, karena sekarang sudah hadir Schoology.com,
sebuah platform online yang memadukan sosial media dengan manajemen
kelas elektronik.
Di dalam Schoology ini lengkap dengan berbagai alat pembelajaran,
sama seperti di kelas dalam dunia nyata, mulai dari absensi, tes dan kuis
hingga kotak untuk mengumpulkan Pekerjaan Rumah. Yang lebih hebat, Schoology
menawarkan jejaring lintas sekolah, yang memungkin sekolah berkolaborasi
dengan berbagi data, kelompok dan juga diskusi kelas.
Pada penelitian sebelumnya penekanan implementasi e-learning
menitikberatkan pada aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar.
Maka pada penelitian ini lebih kepada mengoptimalkan desaign pembelajaran untuk
mengoptimalkan kreatifitas dan efektifitas siswa dalam setiap pembelajaran.
C. Kerangka Berpikir
Menurut Gagne (1985, dikutip oleh Wena, 2011: 10) mengungkapkan bahwa
pembelajaran yang efektif harus dilakukan dengan berbagi cara dan menggunakan
media berbagai macam media pembelajaran. Karakteristik dan kemampuan
masing-masing media perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih
media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. (Daryanto, 2013: 6).
“Perluasan konsep tentang media, dimana teknologi bukan sekedar benda, alat,
bahan atau perkakas, tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan, organisasi dan
manajemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu.” (Achsin, 1989 dikutip oleh
Arsyad, 2013: 5)
Seiring dengan kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi yang sangat
pesat, maka keberhasilan kegiatan belajar mengajar tidak cukup hanya
mendengarkan penjelasan guru di dalam kelas, Namun guru harus mampu
memfasilitasi peserta didik untuk mendapatkan informasi yang lebih dan
memberikan kemudahan akses untuk peserta didik dalam belajar dan tidak terbatas
hanya didalam kelas atau sekolah. Untuk itu peneliti dalam penelitian ini
menggunakan sistem pembelajaran e-learning melalui media schoology
dengan harapan peserta didik dapat belajar kapanpun dan dimanapun tanpa harus
berada di sekolah atau kelas.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan, maka diharapkan dengan penerapan e-learning
melalui media schoology efektif terhadap peningkatan hasil belajar
peserta didik. Dan pengajaran menggunakan e-learning melalui media schoology
lebih efektif dibandingkan pembelajaran Konvensional.
D.
Operasionalisasi Variabel
1. e-learning
adalah
penggunaan teknologi komputer dan jaringan komputer yang disertai oleh
penerapan model pembelajaran inovatif dalam rangka pelaksanaan kegiatan
pembelajaran yang akan memberikan akses luas kepada peserta didik terhadap ilmu
pengetahuan agar mereka bisa memperoleh keterampilan baru
2. Schoology merupakan social network
berbasis lingkungan sekolah (school based environment). Yang ditujukan untuk penggunaan bagi guru, siswa dan
orang tua siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Desain
Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen dengan pengembangan pembelajaran. Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efektifitas e-learning melalui
media schoology terhadap hasil belajar peserta didik. Adapun rancangan
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelompok
|
Treatment
|
Post-test
|
Eksperimen
|
X1
|
Y1
|
Kontrol
|
X2
|
Y2
|
Keterangan:
X1 : Peserta didik yang dikenai model
pembelajaran e-learning melalui media schoology.
X2 :
Peserta didik yang dikenai model pembelajaran konvensional pada materi sistem
persamaan linear dan kuadrat.
Y1 : Hasil belajar peserta
didik yang dikenai dalam pembelajaran elearning melalui media schoology.
Y2 : Hasil belajar peserta
didik yang dikenai dalam pembelajaran konvensional.
B.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010: 117).
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh peserta didik MA Ma’arif Roudlotut
Tholibin Metro tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 3 kelas.
2.
Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik oleh populasi (Sugiyono,
2010: 118). Sampel digunakan karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu. Sampel
yang baik harus repesentatif atau mewakili populasi agar kesimpulan yang
diperoleh dari sampel juga berlaku pada populasi. Dalam penelitian ini,
digunakan dua kelas sampel yaitu kelas X3 sebagai kelas eksperimen dan kelas X2
sebagai kelas kontrol. sampel pada penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling. Dari 4 kelas dipilih dua kelas secara acak dengan metode
undian. Dua kelas terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.
Kelas eksperimen adalah kelas yang menggunaka e-learning melalui media
schoology dan kelas kontrol adalah kelas yang diajar dengan pembelajaran
konvensional tanpa menggunakan e-learning melalui media schoology.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam atau sosial yang diamati. Kualitas dan hasil penelitian,
dipengaruhi oleh kualitas instrumen penelitian. Dalam penelitian ini digunakan
instrumen tes. Instrumen tes harus melewati uji validitas dan reliabilitas.
Tahapan dalam pembuatan instrumen dimulai dari penyusuna kisikisi soal
tes uji coba, penulis soal tes uji coba, pembuatan petunjuk penilaian dan kunci
jawaban soal tes ujicoba, penguji cobaan soal dan terakhir penganalisaan soal
uji coba (validitas dan reliabilitas).
1.
Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki
validitas rendah. Validitas butir tes ditentukan dengan menghitung koefisien
korelasi skor total dengan skor item. Rumus yang digunakan adalah korelasi
product moment dengan angka kasar
Dimana
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X
= skor rata-rata dari X
Y = skor rata-rata dari Y
Setelah didapat harga XY r , kemudian dibandingkan dengan r
product moment dengan taraf signifikan 5%. Jika rhitung ≥ rtabel , maka butir
soal tersebut valid. (Arikunto, 2012: 87)
2.
Reliabilitas
Sebelum digunakan, tes yang akan digunakan diuji coba untuk mengetahui
indeks reliabilitas. Untuk megetahui indek Reliabelitas digunakan rumus Alpha
sebagai berikut:
r11 = relasi instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
=
varians total
=
jumlah variansi gabungan
Kriteria reliabilitas adalah sebagai berikut :
0,800 – 1,00 = sangat tinggi
0,600 – 0,799 = tinggi
0,400 – 0,599 =
cukup
0,200 – 0,399 =
rendah
0,199 – 0,000 = sangat rendah(Arikunto, 2012: 87)
D. Prosedur Pengumpulan Data
Berikut ini prosedur yang dilakukan peneliti selama penelitian.
1.
Pra-survey, dilakukan sebelum penelitian dengan melakukan observasi terhadap
sekolah yang akan dilakukan penelitian, bagaimana cara pengajaran yang
dilakukan guru, keaktifan peserta didik, dan sarana prasarananya.
2.
Menyusun
proposal dan instrumen penelitian.
3.
Menentukan
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
4.
Analisis
data awal dangan meguji kenormalan, kehomogenan dan kesamaan rata-rata kelas
eksperimen dengan kelas kontrol. Data yang diuji berasal dari nilai UTS
matematika semester ganjil.
5.
Menerapkan
e-learning melalui media schoology pada kelas eksperimen.
6.
Memberikan
soal tes kepada pada kelas eksperimen dan kelas control diakhir pembelajaran.
7.
Data-data
yang diperoleh dianalisis dengan statistik yang sesuai.
8.
Setelah
proses perhitungan selesai, menyusun dan melaporkan hasil penelitian.
Metode/teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah:
1.
Studi
Pustaka
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara membaca buku,
majalah dan bahan bacaan lain sebagai referensi yang dijadikan acuan dalam
proses pembahasan masalah. Selain itu data dan informasi yang dibutuhkan juga
diperoleh dengan mengunjungi berbagai situs-situs terkait yang menyediakan
berbagai informasi yang relevan dengan bahasan penelitian.
2.
Metode
Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda, dan sebagainya” (Arikunto, 2010: 274). Dalam penelitian
ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
dalam penelitian.
3.
Metode Tes
Metode tes adalah ujian tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui
pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang (Sugiyono, 2008 :
1696). Tes yang diujikan dalam penelitian ini adalah jenis tes prestasi. Tes
Prestasi yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah
mempelajari sesuatu (Arikunto, 2012: 157- 158).
E. Metode Pengembanga Pembelajaran
Metode yang digunakan dalam penembangan system menggunakan SDLC dengan
model waterfall dengan tahapan
sebagai berikut:
1.
Memahami
konsep e-learning yang digunakan.
2.
Mengidentifikasi
permasalahan yang ada pada e-learning yang sedang digunakan.
3.
Menyiapakan
kebutuhan yang akan digunakan saat perancangan pada system yang diusulkan.
Setelah
teridentifikasi permasalah yang diketahui maka selanjutnya merancang system
yang harus dilakuakan sebagai berikut:
1.
Mengembangkan
system e-learning yang mampu memberikan soal-soal secara acak dan memberikan
hasil berdasarkan jawaban yang tercepat .
2.
Menentukan
ruang lingkup pada system yang diusulkan.
3.
Berikut ini
prosedur yang dilakukan peneliti selama penelitian.
Setelah itu melakuakan analisis dengan
tahapan:
1.
System
e-learning dan memberikan soal-soal secara acak kepada masing-masing murid.
2.
System
e-learning akan membeikan penilaian terhadap jawaban murid dan mngurutkan
berdasarkan jawaban yang tercepat.
3.
Berikut ini
prosedur yang dilakukan peneliti selama penelitian.
Pada tahap akhir yaitu mendesaing pembelajaran dengan system e-learning yang baru dan teridentifikasi
kebutuhan yang diperlukan dengan tahapan :
1.
Membangun
alur yang akan digunakan dengan tool struktur.
2.
Menentukan
entity, proses, store dan alur data.
3.
Berikut ini
prosedur yang dilakukan peneliti selama penelitian.
kak, boleh minta daftar pustakanya gak? butuh untuk referensi.
ReplyDelete