Logisisme, Formalisme dan Fiksionalisme dalam Matematika - Hardy Math

Wednesday, October 2, 2013

Logisisme, Formalisme dan Fiksionalisme dalam Matematika




Logisisme
Logisisme adalah desertasi bahwa matematika diturunkan menjadi logika,  oleh sebab itu tidak ada sama sekali bagian dari logika (Carnap 1931/1883, 41). Para ahli Logika berpendapat bahwa matematik dapat dikenal  a priori, tetapi mereka menyarankan bahwa pengetahuan matematika adalah hanya bagian dari pengetahuan logika secara umum, jadi secara analitis tidak membutuhkan kemampuan khusus tentang intuisi matematik. Dalam sudut pandang ini, logika adalah dasar-dasar yang benar dari matematika, dan semua pernyataan matematik memerlukan kebenaran logika.

Rudolf Carnap (1931) memperkenalkan desertasi para ahli logika yang terdiri dari dua bagian :
1. Konsep-konsep matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika melalui definisi-definisi yang gamblang/jelas.
2. Teorema-teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika melalui  pengambilan kesimpulan murni.
Gottlob Frege adalah penemu logisisme. Dalam tulisannya Die Grundgesetze der Arithmetik (Basic Laws of Arithmetic) ia membangun aritmetika dari suatu sistem logika dengan prinsip pemahaman yang umum, yang disebut "Basic Law V" (untuk konsep F dan G, perluasan dari F sama dengan perluasan dari G jika dan hanya jika untuk semua obyek a, Fa jika dan hanya jika Ga), sebuah prinsip yang dapat diterima sebagai bagian dari logika.
Konstruksi Frege ini cacat. Russell menemukan bahwa Basic Law V tidak konsisten. (disebut dengan paradoks Russell).  Setelah Frege meninggalkan ahli-ahli program logikanya, diteruskan oleh Russell dan Whitehead  dengan menghubungkan paradoks  "lingkaran setan" tersebut dan kemudian membangun apa yang mereka sebut dengan jenis teori yang bercabang (ramified type theory) untuk menanganinya. Dalam sistem ini, mereka akhirnya mampu membangun banyak matematika modern, tetapi  bentuknya berubah dan kebanyakan kompleks (sebagai contoh, ada bilangan asli yang berbeda dalam setiap jenis, dan ada banyak jenis yang tak hingga). Mereka juga telah membuat beberapa kompromi untuk mengembangkan begitu banyak matematika, seperti "axiom of reducibility". Bahkan Russell mengatakan bahwa aksioma ini tidak benar-benar termasuk logika.
Para ahli logika moderen (seperti Bob Hale, Crispin Wright, dan mungkin yang lainnya) telah kembali ke program yang lebih mendekati ke Frege. Mereka telah meninggalkan Basic Law V dan setuju terhadap prinsip-prinsip abstraksi seperti prinsip Hume (banyaknya obyek yang jatuh dibawah konsep F sama dengan banyaknya obyek yang jatuh dibawah konsep G jika dan hanya jika extension dari F dan extension dari G dapat digolongkan ke dalam korespondensi satu-satu). Frege membutuhkan Basic Law V agar mampu memberikan definisi ekplisit dari bilangan, tetapi semua sifat-sifat bilangan dapat diturunkan dari prinsip Hume. Hal ini tidak cukup untuk Frege karena tidak meniadakan kemungkinan bahwa bilangan 3 sebetulnya adalah Julius Caesar.
Jika matematika adalah bagian dari logika, maka pertanyaan-pertanyaan tentang obyek matematik mengurangi pertanyaan-pertanyaan tentang obyek logika. Satu pertanyaan, apa obyek dari konsep logika?  Logisisme dapat diartikan sebagai  pergeseran pertanyaan tentang filsafat matematika beralih ke pertanyaan tentang  logika tanpa jawaban secara lengkap.

Empirisisme
Empirisisme adalah suatu bentuk realisme yang menyangkal bahwa matematika dapat dikenal a priori juga. Dikatakan bahwa ditemukan fakta-fakta matematik dengan riset secara empirik, seperti fakta-fakta dalam ilmu pengetahuan lainnya. Empirisisme  bukanlah salah satu dari tiga posisi klasik yang telah dianjurkan pada awal abad ke-20, tetapi terutama muncul dalam abad pertengahan.
Empirisisme matematik kontemporer diformulasikan oleh Quine dan Putnam, terutama didukung oleh kebutuhan argumen: matematika sangat dibutuhkan untuk semua ilmu pengetahuan yang sifatnya empirik, dan jika kita ingin mempercayai realitas fenomena yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan, kita sebaiknya juga mempercayai realitas yang sungguh-sungguh diperlukan untuk penggambaran tersebut. Misalnya, membicarakan fisika tentu perlu membicarakan tentang elektron,  maka  elektron harus ada. Karena fisika perlu membicarakan tentang bilangan untuk menyediakan penjelasannya, maka bilangan harus ada. Secara keseluruhan, filsafat yang dibawa oleh Quine dan Putnam adalah sebuah argumen yang bersifat alami. Filsafat tersebut menganjurkan adanya  bentuk-bentuk matematik sebagai penjelasan terbaik bagi pengalaman, sebagai perbedaan jalur matematika dengan ilmu pengetahuan lain.
Putnam sangat kuat menolak sebutan "Platonist" sebagai akibat ontology yang terlalu spesifik yang tidak memerlukan praktek matematik dalam  arti riil. Ia menganjurkan suatu bentuk "realisme riil" yang menolak kebenaran yang mistik  dan menerima banyak quasi-empirisisme dalam  matematika. Putnam telah terlibat dalam menciptakan sebutan "realism murni".
Jika matematika hanya bersifat empirik seperti ilmu pengetahuan lainnya, maka saran ini bisa keliru, dan tidak pasti. Dalam kasus Mill, justifikasi secara empirik diberikan langsung, sementara dalam kasus Quine tidak diberikan langsung, tetapi melalui teori koheren secara sains secara keseluruhan.
Untuk filsafat matematika yang mencoba mengatasi kekurangan dari pendekatan-pendekatan Quine dan Gödel, yaitu  dengan mengambil aspek-aspek dari setiap  Realism in Mathematicsnya, dikemukakan oleh Penelope Maddy.

Formalisme
Formalisme berpegang pada prinsip bahwa pernyataan matematik bisa diartikan sebagai pernyataan tentang konsekuensi dari  aturan rangkaian manipulasi tertentu. Sebagai contoh, dalam "permainan" dari geometri Euclid  (yang kelihatannya terdiri dari beberapa rangkaian yang disebut "aksioma-aksioma", dan beberapa "aturan inferensi" untuk membangun rangkaian baru dari rangkaian-rangkaian yang diketahui), salah satunya dapat dibuktikan memenuhi teorema Phytagoras (yaitu, dapat membangun string yang berkaitan dengan teorema Phytagoras). Menurut Formalisme, kebenaran matematik adalah bukan tentang bilangan dan himpunan dan segitiga dan semacamnya seperti kenyataannya.
Versi lain dari formalisme sering dikenal dengan nama deduktivisme. Dalam deduktivisme, teorema Pythagoras tidak benar secara absolut, tetapi relatif benar : jika  Anda menetapkan arti strings sedemikian sehingga aturan-aturan permainan menjadi benar (contohnya, pernyataan yang benar diberikan untuk aksioma dan aturan-aturan inferensi adalah memelihara kebenaran), maka Anda harus menerima teorema, atau sebaliknya, interpretasi yang telah Anda berikan harus menjadi pernyataan yang benar. Jadi, formalisme tidak membutuhkan arti bahwa matematika tidak lebih dari permainan simbolis yang tidak berarti. Biasanya diharapkan ada suatu interpretasi dimana aturan-aturan permainan dipenuhi. (Bandingkan dengan posisi strukturalisme.) Tetapi formalism mempersilahkan para ahli matematika melanjutkan karya-karyanya dan meninggalkan masalah-masalah pada para ahli filsafat dan ilmu pengetahuan. Banyak para penganut formalisme akan mengatakan bahwa dalam prakteknya, sistem aksioma yang dipelajari akan dusulkan oleh peminat ilmu pengetahuan atau bidang matematika lain.

Pendukung awal dari formalisme adalah David Hilbert, dimana programnya bertujuan mengaksiomakan semua matematika secara lengkap dan konsisten. ("Konsisten" disini berarti bahwa tidak ada kontradiksi yang dapat berasal dari sistem.). Hilbert mertujuan menunjukkan konsistenci sistem matematik dari asumsi bahwa " aritmetik yang hingga" (suatu subsistem aritmetik lazimnya dari bilangan bulat positif, yang terpilih tidak kontroversi secara filsafat) adalah konsisten. Tujuan Hilbert untuk menciptakan suatu sistem matematika yang lengkap dan konsisten tertutup oleh teorema incompleteness Gödel kedua, yang menyatakan bahwa sistem aksioma konsisten yang cukup ekspresif tidak pernah dapat membuktikan kekonsistenan mereka sendiri. Karena setiap sistem aksioma akan berisi aritmetik yang hingga sebagai sebuah  subsistem. Teorema Gödel telah mengartikan bahwa tidak mungkin aksioma membuktikan kekonsistenan sistem secara relatif  (karena aksioma akan membuktikan kekonsistenan dirinya sendiri, dimana  Gödel telah menunjukkan ketidakmungkinan). Jadi, untuk menunjukkan bahwa setiap sistem aksioma matematika sebenarnya konsisten, maka salah satunya adalah membutuhkan asumsi pertama kekonsistenan suatu sistem matematika yang dirasakan lebih kuat dari sistem yang telah terbukti konsisten.

Intuisionisme
Dalam matematika, intuisionisme adalah suatu program menyatukan kembali metodologi dengan motto bahwa "tidak ada kebenaran matematik tanpa pengalaman " (L.E.J. Brouwer). Dari loncatan ini, para penganut intuisionisme mencari untuk merekonstruksi apakah mereka memperhatikan terhadap bagian matematika yang dapat diperbaiki sesuai dengan konsep-konsep  Kantian,  benar, pantas, intuisi, dan pengetahuan. Brouwer, pendiri dari gerakan ini, beranggapan bahwa obyek-obyek matematik muncul dari  bentuk-bentuk  a priori kehendak yang  menerangkan persepsi dari obyek-obyek yang bersifat empirik. (CDP, 542)
Leopold Kronecker mengatakan: "Bilangan-bilangan asli datang dari Tuhan, segala sesuatunya adalah kerja laki-laki." Kekuatan besar dibelakang Intuisionisme adalah L.E.J. Brouwer, yang menolak kegunaan dari logika formal dari setiap penggolongan matematika.

Dalam intuisionisme, batasan "pengkonstruksian eksplisit" tidak dengan tepat didefinisikan, dan banyak menuai kritik. Ada usaha untuk menggunakan konsep Turing machine atau fungsi yang dapat dihitung  untuk mengisi kesenjangan ini, yang utama adalah klaim bahwa hanya pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku algoritma-algoritma yang hingga yang mempunyai makna dan sebaiknya diinvestigasi dalam matematika. Dari sini lahirlah studi tentang bilangan-bilangan yang terhitung, yang pertama kali diperkenalkan oleh Alan Turing. Maka tidaklah mengherankan bahwa pendekatan terhadap matematika ini kadang-kadang dikaitkan dengan teori ilmu pengetahuan komputer (computer science).

Konstruktivisme
Seperti intuisionisme, konstruktivisme melibatkan prinsip regulatif  bahwa hanya bentuk matematik yang dapat dikonstruksi secara  eksplisit dengan akal tertentu. Dalam sudut pandang ini, matematika adalah sebuah latihan dari intuisi manusia, bukan permainan yang dimainkan dengan simbol-simbol yang tanpa arti. Atau, matematika adalah wujud yang dapat menciptakan langsung melalui aktivitas mental. Sebagai tambahan, beberapa pengikut sekolah ini menolak pembuktian non-konstruktif, seperti pembuktian dengan kontradiksi.

Fiksionalisme
Fiksionalisme dalam matematika diperkenalkan dalam tahun 1980 ketika Hartry Field mempublikasikan Science Without Numbers, yang menolak dan bahkan membalikkan argumen Quine. Dimana Quine menganggap bahwa matematika harus ada untuk teori-teori sains terbaik, sehingga diterima sebagai kebenaran yang membicarakan tentang wujud yang ada secara independen. Field menganggap bahwa matematika telah diabaikan, dan oleh karena itu sebaiknya  dipandang sebagai  kebohongan yang tidak berbicara tentang sesuatu yang riil. Ia melakukan ini dengan memberikan aksiomatisasi lengkap dari mekanika Newton yang tidak membutuhkan bilangan sebagai acuan atau fungsi  sama sekali. Ia mulai dengan "keantaraan" dari aksioma Hilbert untuk mengkarakterisasi ruang tanpa mengkoordinasikannya, dan kemudian menambahkan relasi tambahan diantara titik-titik untuk mengerjakan pekerjaan sebelumnya dan menyelesaikannya dengan lapangan vektor (vector fields). Geometri Hilbert adalah matematik, karena berbicara tentang titik-titik yang abstrak, tetapi dalam teori  Field,  titik-titik ini adalah titik-titik nyata dari ruang fisik, sehingga tidak ada obyek-obyek matematik yang khusus sama sekali yang dibutuhkan.
Telah ditunjukkan bagaimana mengerjakan ilmu pengetahuan tanpa menggunakan matematika, Field melanjutkan untuk merehabilitasi matematika sebagai jenis fiksi yang bermanfaat (useful fiction). Ia telah menunjukkan bahwa fisika matematik adalah sebuah perluasan yang konservatif dari fisika non-matematiknya (yaitu, setiap fakta fisik yang dapat dibuktikan dalam fisika matematik sudah dapat dibuktikan dari sistem Field), sehingga matematika adalah sebuah proses yang dapat diandalkan aplikasi fisiknya semuanya benar, meskipun pernyataanya sendiri salah. Jadi, ketika mengerjakan matematika, kita dapat melihat diri kita sendiri yang menceritakan jenis cerita, mengatakannya sebagai bilangan jika ada. Bagi Field, suatu pernyataan seperti "2 + 2 = 4" adalah salah seperti "Sherlock Holmes tinggal di 221B Baker Street" — tetapi keduanya benar menurut fiksi-fiksi yang relevan.
Dengan catatan ini, tidak ada masalah-masalah khusus metafisik atau epistemologi terhadap matematika. Kekhawatiran yang ditinggalkan hanyalah kekhawatiran tentang fisika non-matematik dan tentang fiksi secara umum. Pendekatan Field sangat berpengaruh, tetapi ditolak secara luas, karena syarat-syarat dari  penggalan logika orde kedua mengakibatkan reduksi, dan juga karena pernyataan kekonservatifan nampaknya membutuhkan kuantifikasi seluruh model abstrak atau deduksi.


No comments:

Post a Comment