Logisisme
Logisisme adalah desertasi bahwa matematika diturunkan menjadi
logika, oleh sebab itu tidak ada sama
sekali bagian dari logika (Carnap 1931/1883, 41). Para ahli Logika berpendapat
bahwa matematik dapat dikenal a priori,
tetapi mereka menyarankan bahwa pengetahuan matematika adalah hanya bagian dari
pengetahuan logika secara umum, jadi secara analitis tidak membutuhkan
kemampuan khusus tentang intuisi matematik. Dalam sudut pandang ini, logika
adalah dasar-dasar yang benar dari matematika, dan semua pernyataan matematik
memerlukan kebenaran logika.
Rudolf Carnap (1931) memperkenalkan desertasi para ahli logika yang
terdiri dari dua bagian :
1. Konsep-konsep
matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika melalui definisi-definisi
yang gamblang/jelas.
2. Teorema-teorema
matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika melalui pengambilan kesimpulan murni.
Gottlob Frege adalah penemu logisisme. Dalam tulisannya Die
Grundgesetze der Arithmetik (Basic Laws of Arithmetic) ia membangun aritmetika
dari suatu sistem logika dengan prinsip pemahaman yang umum, yang disebut
"Basic Law V" (untuk konsep F dan G, perluasan dari F sama dengan
perluasan dari G jika dan hanya jika untuk semua obyek a, Fa jika dan hanya
jika Ga), sebuah prinsip yang dapat diterima sebagai bagian dari logika.
Konstruksi Frege ini cacat. Russell menemukan bahwa Basic Law V
tidak konsisten. (disebut dengan paradoks Russell). Setelah Frege meninggalkan ahli-ahli program
logikanya, diteruskan oleh Russell dan Whitehead dengan menghubungkan paradoks "lingkaran setan" tersebut dan
kemudian membangun apa yang mereka sebut dengan jenis teori yang bercabang
(ramified type theory) untuk menanganinya. Dalam sistem ini, mereka akhirnya
mampu membangun banyak matematika modern, tetapi bentuknya berubah dan kebanyakan kompleks
(sebagai contoh, ada bilangan asli yang berbeda dalam setiap jenis, dan ada
banyak jenis yang tak hingga). Mereka juga telah membuat beberapa kompromi
untuk mengembangkan begitu banyak matematika, seperti "axiom of
reducibility". Bahkan Russell mengatakan bahwa aksioma ini tidak
benar-benar termasuk logika.
Para ahli logika moderen (seperti Bob Hale, Crispin Wright, dan
mungkin yang lainnya) telah kembali ke program yang lebih mendekati ke Frege.
Mereka telah meninggalkan Basic Law V dan setuju terhadap prinsip-prinsip
abstraksi seperti prinsip Hume (banyaknya obyek yang jatuh dibawah konsep F
sama dengan banyaknya obyek yang jatuh dibawah konsep G jika dan hanya jika
extension dari F dan extension dari G dapat digolongkan ke dalam korespondensi
satu-satu). Frege membutuhkan Basic Law V agar mampu memberikan definisi
ekplisit dari bilangan, tetapi semua sifat-sifat bilangan dapat diturunkan dari
prinsip Hume. Hal ini tidak cukup untuk Frege karena tidak meniadakan
kemungkinan bahwa bilangan 3 sebetulnya adalah Julius Caesar.
Jika matematika adalah bagian dari logika, maka
pertanyaan-pertanyaan tentang obyek matematik mengurangi pertanyaan-pertanyaan
tentang obyek logika. Satu pertanyaan, apa obyek dari konsep logika? Logisisme dapat diartikan sebagai pergeseran pertanyaan tentang filsafat
matematika beralih ke pertanyaan tentang
logika tanpa jawaban secara lengkap.
Empirisisme
Empirisisme adalah suatu bentuk realisme yang menyangkal bahwa
matematika dapat dikenal a priori juga. Dikatakan bahwa ditemukan fakta-fakta
matematik dengan riset secara empirik, seperti fakta-fakta dalam ilmu
pengetahuan lainnya. Empirisisme
bukanlah salah satu dari tiga posisi klasik yang telah dianjurkan pada
awal abad ke-20, tetapi terutama muncul dalam abad pertengahan.
Empirisisme matematik kontemporer diformulasikan oleh Quine dan
Putnam, terutama didukung oleh kebutuhan argumen: matematika sangat dibutuhkan
untuk semua ilmu pengetahuan yang sifatnya empirik, dan jika kita ingin
mempercayai realitas fenomena yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan, kita
sebaiknya juga mempercayai realitas yang sungguh-sungguh diperlukan untuk
penggambaran tersebut. Misalnya, membicarakan fisika tentu perlu membicarakan
tentang elektron, maka elektron harus ada. Karena fisika perlu
membicarakan tentang bilangan untuk menyediakan penjelasannya, maka bilangan
harus ada. Secara keseluruhan, filsafat yang dibawa oleh Quine dan Putnam
adalah sebuah argumen yang bersifat alami. Filsafat tersebut menganjurkan
adanya bentuk-bentuk matematik sebagai
penjelasan terbaik bagi pengalaman, sebagai perbedaan jalur matematika dengan
ilmu pengetahuan lain.
Putnam sangat kuat menolak sebutan "Platonist" sebagai
akibat ontology yang terlalu spesifik yang tidak memerlukan praktek matematik
dalam arti riil. Ia menganjurkan suatu
bentuk "realisme riil" yang menolak kebenaran yang mistik dan menerima banyak quasi-empirisisme
dalam matematika. Putnam telah terlibat
dalam menciptakan sebutan "realism murni".
Jika matematika hanya bersifat empirik seperti ilmu pengetahuan
lainnya, maka saran ini bisa keliru, dan tidak pasti. Dalam kasus Mill,
justifikasi secara empirik diberikan langsung, sementara dalam kasus Quine
tidak diberikan langsung, tetapi melalui teori koheren secara sains secara
keseluruhan.
Untuk filsafat matematika yang mencoba mengatasi kekurangan dari
pendekatan-pendekatan Quine dan Gödel, yaitu
dengan mengambil aspek-aspek dari setiap
Realism in Mathematicsnya, dikemukakan oleh Penelope Maddy.
Formalisme
Formalisme berpegang pada prinsip bahwa pernyataan matematik bisa
diartikan sebagai pernyataan tentang konsekuensi dari aturan rangkaian manipulasi tertentu. Sebagai
contoh, dalam "permainan" dari geometri Euclid (yang kelihatannya terdiri dari beberapa
rangkaian yang disebut "aksioma-aksioma", dan beberapa "aturan
inferensi" untuk membangun rangkaian baru dari rangkaian-rangkaian yang
diketahui), salah satunya dapat dibuktikan memenuhi teorema Phytagoras (yaitu,
dapat membangun string yang berkaitan dengan teorema Phytagoras). Menurut
Formalisme, kebenaran matematik adalah bukan tentang bilangan dan himpunan dan
segitiga dan semacamnya seperti kenyataannya.
Versi lain dari formalisme sering dikenal dengan nama deduktivisme.
Dalam deduktivisme, teorema Pythagoras tidak benar secara absolut, tetapi
relatif benar : jika Anda menetapkan
arti strings sedemikian sehingga aturan-aturan permainan menjadi benar
(contohnya, pernyataan yang benar diberikan untuk aksioma dan aturan-aturan
inferensi adalah memelihara kebenaran), maka Anda harus menerima teorema, atau
sebaliknya, interpretasi yang telah Anda berikan harus menjadi pernyataan yang
benar. Jadi, formalisme tidak membutuhkan arti bahwa matematika tidak lebih
dari permainan simbolis yang tidak berarti. Biasanya diharapkan ada suatu
interpretasi dimana aturan-aturan permainan dipenuhi. (Bandingkan dengan posisi
strukturalisme.) Tetapi formalism mempersilahkan para ahli matematika
melanjutkan karya-karyanya dan meninggalkan masalah-masalah pada para ahli
filsafat dan ilmu pengetahuan. Banyak para penganut formalisme akan mengatakan
bahwa dalam prakteknya, sistem aksioma yang dipelajari akan dusulkan oleh
peminat ilmu pengetahuan atau bidang matematika lain.
Pendukung awal dari formalisme adalah David Hilbert, dimana
programnya bertujuan mengaksiomakan semua matematika secara lengkap dan
konsisten. ("Konsisten" disini berarti bahwa tidak ada kontradiksi yang
dapat berasal dari sistem.). Hilbert mertujuan menunjukkan konsistenci sistem
matematik dari asumsi bahwa " aritmetik yang hingga" (suatu subsistem
aritmetik lazimnya dari bilangan bulat positif, yang terpilih tidak kontroversi
secara filsafat) adalah konsisten. Tujuan Hilbert untuk menciptakan suatu
sistem matematika yang lengkap dan konsisten tertutup oleh teorema
incompleteness Gödel kedua, yang menyatakan bahwa sistem aksioma konsisten yang
cukup ekspresif tidak pernah dapat membuktikan kekonsistenan mereka sendiri.
Karena setiap sistem aksioma akan berisi aritmetik yang hingga sebagai
sebuah subsistem. Teorema Gödel telah
mengartikan bahwa tidak mungkin aksioma membuktikan kekonsistenan sistem secara
relatif (karena aksioma akan membuktikan
kekonsistenan dirinya sendiri, dimana
Gödel telah menunjukkan ketidakmungkinan). Jadi, untuk menunjukkan bahwa
setiap sistem aksioma matematika sebenarnya konsisten, maka salah satunya
adalah membutuhkan asumsi pertama kekonsistenan suatu sistem matematika yang
dirasakan lebih kuat dari sistem yang telah terbukti konsisten.
Intuisionisme
Dalam matematika, intuisionisme adalah suatu program menyatukan
kembali metodologi dengan motto bahwa "tidak ada kebenaran matematik tanpa
pengalaman " (L.E.J. Brouwer). Dari loncatan ini, para penganut
intuisionisme mencari untuk merekonstruksi apakah mereka memperhatikan terhadap
bagian matematika yang dapat diperbaiki sesuai dengan konsep-konsep Kantian,
benar, pantas, intuisi, dan pengetahuan. Brouwer, pendiri dari gerakan
ini, beranggapan bahwa obyek-obyek matematik muncul dari bentuk-bentuk
a priori kehendak yang
menerangkan persepsi dari obyek-obyek yang bersifat empirik. (CDP, 542)
Leopold Kronecker mengatakan: "Bilangan-bilangan asli datang
dari Tuhan, segala sesuatunya adalah kerja laki-laki." Kekuatan besar
dibelakang Intuisionisme adalah L.E.J. Brouwer, yang menolak kegunaan dari
logika formal dari setiap penggolongan matematika.
Dalam intuisionisme, batasan "pengkonstruksian eksplisit"
tidak dengan tepat didefinisikan, dan banyak menuai kritik. Ada usaha untuk
menggunakan konsep Turing machine atau fungsi yang dapat dihitung untuk mengisi kesenjangan ini, yang utama
adalah klaim bahwa hanya pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku
algoritma-algoritma yang hingga yang mempunyai makna dan sebaiknya
diinvestigasi dalam matematika. Dari sini lahirlah studi tentang
bilangan-bilangan yang terhitung, yang pertama kali diperkenalkan oleh Alan
Turing. Maka tidaklah mengherankan bahwa pendekatan terhadap matematika ini kadang-kadang
dikaitkan dengan teori ilmu pengetahuan komputer (computer science).
Konstruktivisme
Seperti intuisionisme, konstruktivisme melibatkan prinsip
regulatif bahwa hanya bentuk matematik
yang dapat dikonstruksi secara eksplisit
dengan akal tertentu. Dalam sudut pandang ini, matematika adalah sebuah latihan
dari intuisi manusia, bukan permainan yang dimainkan dengan simbol-simbol yang
tanpa arti. Atau, matematika adalah wujud yang dapat menciptakan langsung
melalui aktivitas mental. Sebagai tambahan, beberapa pengikut sekolah ini
menolak pembuktian non-konstruktif, seperti pembuktian dengan kontradiksi.
Fiksionalisme
Fiksionalisme dalam matematika diperkenalkan dalam tahun 1980 ketika
Hartry Field mempublikasikan Science Without Numbers, yang menolak dan bahkan
membalikkan argumen Quine. Dimana Quine menganggap bahwa matematika harus ada
untuk teori-teori sains terbaik, sehingga diterima sebagai kebenaran yang
membicarakan tentang wujud yang ada secara independen. Field menganggap bahwa
matematika telah diabaikan, dan oleh karena itu sebaiknya dipandang sebagai kebohongan yang tidak berbicara tentang
sesuatu yang riil. Ia melakukan ini dengan memberikan aksiomatisasi lengkap
dari mekanika Newton yang tidak membutuhkan bilangan sebagai acuan atau
fungsi sama sekali. Ia mulai dengan
"keantaraan" dari aksioma Hilbert untuk mengkarakterisasi ruang tanpa
mengkoordinasikannya, dan kemudian menambahkan relasi tambahan diantara
titik-titik untuk mengerjakan pekerjaan sebelumnya dan menyelesaikannya dengan
lapangan vektor (vector fields). Geometri Hilbert adalah matematik, karena
berbicara tentang titik-titik yang abstrak, tetapi dalam teori Field,
titik-titik ini adalah titik-titik nyata dari ruang fisik, sehingga
tidak ada obyek-obyek matematik yang khusus sama sekali yang dibutuhkan.
Telah ditunjukkan bagaimana mengerjakan ilmu pengetahuan tanpa
menggunakan matematika, Field melanjutkan untuk merehabilitasi matematika
sebagai jenis fiksi yang bermanfaat (useful fiction). Ia telah menunjukkan
bahwa fisika matematik adalah sebuah perluasan yang konservatif dari fisika
non-matematiknya (yaitu, setiap fakta fisik yang dapat dibuktikan dalam fisika
matematik sudah dapat dibuktikan dari sistem Field), sehingga matematika adalah
sebuah proses yang dapat diandalkan aplikasi fisiknya semuanya benar, meskipun
pernyataanya sendiri salah. Jadi, ketika mengerjakan matematika, kita dapat melihat
diri kita sendiri yang menceritakan jenis cerita, mengatakannya sebagai
bilangan jika ada. Bagi Field, suatu pernyataan seperti "2 + 2 = 4"
adalah salah seperti "Sherlock Holmes tinggal di 221B Baker Street" —
tetapi keduanya benar menurut fiksi-fiksi yang relevan.
Dengan catatan ini, tidak ada masalah-masalah khusus metafisik atau
epistemologi terhadap matematika. Kekhawatiran yang ditinggalkan hanyalah
kekhawatiran tentang fisika non-matematik dan tentang fiksi secara umum.
Pendekatan Field sangat berpengaruh, tetapi ditolak secara luas, karena
syarat-syarat dari penggalan logika orde
kedua mengakibatkan reduksi, dan juga karena pernyataan kekonservatifan
nampaknya membutuhkan kuantifikasi seluruh model abstrak atau deduksi.
No comments:
Post a Comment