Psikologi Tingkah Laku (Behaviourism) - Hardy Math

Wednesday, January 9, 2013

Psikologi Tingkah Laku (Behaviourism)

Memahami teori belajar dari para pakar psikologi sangatlah penting untuk keberhasilan proses pembelajaran matematika di kelas. Dengan memahami teori belajar yang ada, para guru dapat merancang proses pembelajaran di kelasnya. Tiap-tiap teori memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Yang paling penting, guru hendaknya dapat menggunakan dengan tepat keunggulan tiap teori tersebut. Terdapat dua macam teori belajar yang dikenal, yaitu teori belajar dari penganut psikologi tingkah laku (behaviourist) dan dari penganut psikologi kognitif (cognitive science). 
A.    Teori Psikologi Tingkah Laku
Pernahkan Bapak dan Ibu menyaksikan sirkus di televisi? Bagaimana menurut Bapak dan Ibu cara mengajari binatang-binatang yang ada sehingga mereka dapat melakukan tugasnya dengan baik? Beberapa pertanyaan yang lebih spesifik yang dapat diajukan adalah:
1.      Mengapa para pelatih binatang tersebut ada yang membawa cemeti?
2.      Mengapa para pelatih binatang tersebut selalu diberi sesuatu jika ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik?
3.      Dapatkah keterampilan yang sudah dikuasai binatang tersebut dikembangkan binatang tersebut untuk kegiatan lainnya?

Para penganut psikologi tingkah laku memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) dan balasan dari siswa (response) yang dapat diamati. Mereka berpendapat juga bahwa semakin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Di samping itu, mereka berpendapat juga bahwa kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, ganjaran ataupun penguatan merupakan kata kunci dalam proses pembelajaran.

Teori belajar yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laku ini cocok digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar (pengetahuan) matematika seperti fakta, konsep, prinsip, dan skill atau keterampilan yang telah dinyatakan Robert M. Gagne sebagai objek-objek langsung matematika. Gagne sendiri dinyatakan oleh Orton (1987:38) sebagai neobehaviourist.

B.     Fakta, Konsep, Prinsip, dan Keterampilan Matematika
 Ahli belajar (learning theorist) Gagne telah membagi objek-objek matematika menjadi objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek langsungnya adalah fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan (FKPK). Sedangkan objek tak langsungnya adalah berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap positif terhadap matematika, ketekunan, ketelitian, dan lain-lain. Jadi, objek tak langsung adalah kemampuan yang secara tak langsung akan dipelajari siswa ketika mereka mempelajari objek langsung matematika. Berkait dengan pembagian ini, kemungkinan besar akan muncul dua pertanyaan penting pada diri pembaca, yaitu: Apa itu fakta, konsep, prinsip, ataupun keterampilan? Apa pentingnya pembagian itu pada pembelajaran matematika?

Jika Anda diminta menentukan hasil dari 5 + 2 ´ 10; berapa hasilnya menurut Anda? Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti lambang, notasi, ataupun aturan seperti 5 + 2 ´ 10 = 5 + 20, di mana operasi perkalian didahulukan dari operasi penjumlahan. Lambang “1” untuk menyatakan banyaknya sesuatu yang tunggal merupakan contoh dari fakta. Begitu juga lambang “+”, “–“, ataupun ”^” untuk menyatakan penjumlahan, pengurangan, ataupun tegak lurus. Seorang siswa dinyatakan telah menguasai fakta jika ia dapat menuliskan fakta tersebut dan menggunakannya dengan benar. Karenanya, cara mengajarkan fakta adalah dengan menghafal, drill, ataupun peragaan yang berulang-ulang.

Jika fakta merupakan kesepakatan, maka konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Seorang siswa disebut telah mempelajari konsep segitiga jika ia telah dapat membedakan yang termasuk segitiga dari yang bukan segitiga. Untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat mengenali atribut atau sifat-sifat khusus dari segitiga.

Ketika mempelajari matematika, terdapat beberapa istilah seperti bilangan, persegi-panjang, bola, segitiga, sudut siku-siku, integral, ataupun dilatasi. Ketika Bapak atau Ibu Guru menyatakan persegi, seorang siswa harus dapat memahami konsep tersebut, sehingga yang dibayangkan siswanya harus sama dengan yang diharapkan gurunya dan harus sama dengan yang ditetapkan matematikawan.

Ada empat cara mengajarkan konsep, yaitu:
  • Dengan cara membandingkan obyek matematika yang termasuk konsep dan yang tidak termasuk konsep.
  • Pendekatan deduktif, dimana proses pembelajarannya dimulai dari definisi dan diikuti dengan contoh-contoh dan yang bukan contohnya
  • Pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya.
  • Kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu membahas contohnya lalu kembali membahas definisinya.

Pada intinya, ketika seorang guru atau orang lain menyatakan bilangan genap ataupun persegi-panjang, maka harus ada bayangan tentang objek yang dimaksudkan beserta atribut khususnya sehingga ia dapat membedakan  yang masuk konsep tersebut dan yang tidak termasuk konsep tersebut.

Prinsip adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Contohnya, rumus luas lingkaran berikut: L = p´r´r. Pada rumus tadi, terdapat beberapa konsep yang digunakan, yaitu konsep luas (L), konsep p beserta nilai pendekatannya, dan dan konsep jari-jari (r). Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip luas segitiga jika ia: Ingat rumus atau prinsip yang bersesuaian; memahami beberapa konsep yang digunakan serta lambang atau notasinya; dan dapat menggunakan rumus atau prinsip yang bersesuaian pada situasi yang tepat.

Keterampilan (skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. Contohnya menjabarkan bentuk (x – 3)(x + 7); memfaktorkan x2 – 9x;  x2 – 9;  x2 – 2x –3;  dan 2x2 – 9x + 4; serta langkah-langkah merasionalkan bentuk akar. Misalkan saja anda diminta untuk merasionalkan bentuk akar. Apa yang harus Anda lakukan? Prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh hasilnya? Seorang siswa dinyatakan belum menguasai suatu keterampilan jika ia tidak menghasilkan suatu penyelesaian yang benar atau tidak dapat menggunakan dengan tepat suatu prosedur atau aturan yang ada.

C.    Hirarki Belajar
Mengapa suatu topik harus diajarkan mendahului topik lainnya? Atas dasar apa penentuan itu? Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja? Gagne memberikan alasan pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan ini: “Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil mempelajari suatu pengetahuan tertentu?” Setelah mendapat jawabannya, ia harus bertanya lagi seperti pertanyaan di atas tadi untuk mendapatkan pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan tersebut. Begitu seterusnya sampai didapat urut-urutan pengetahuan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.

Karena itu, hirarki belajar harus disusun dari atas ke bawah. Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun ketrampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, ketrampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Pada suatu hari, seorang teman guru matematika yang sudah mengajar beberapa tahun di SMA jurusan IPS mengeluh tentang sebagian besar siswanya yang tetap tidak bisa atau belum mampu untuk memfaktorkan. Apa yang dapat Anda sarankan untuk memecahkan masalah di atas? Penyelesaian masalah di atas tadi dapat didekati dengan mengguinakan teori hirarki belajar yang telah digagas Gagne.

Pertanyaan awal yang dapat diajukan sebagaimana disarankan Gagne tadi adalah: Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil memfaktorkan? Alternatif hirarki belajar tentang memfaktorkan bentuk aljabar adalah seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Bapak dan Ibu Guru Matematika dapat saja menyempurnakan hirarki belajar ini berdasarkan pengalaman di lapangan. Dari gambar di bawah akan terlihat jelas bahwa pengetahuan atau ketrampilan memfaktorkan yang telah ditetapkan menjadi salah satu tujuan pembelajaran khusus harus diletakkan di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti di bawahnya, ketrampilanm atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus dikuasai lebih dahulu agar para siswa berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Begitu seterusnya sehingga didapatkan hirarki belajar tersebut.

Hal paling penting yang perlu mendapat perhatian serius dari para guru matematika adalah bersifat hirarkisnya mata pelajaran matematika ini. Tidaklah mungkin seorang siswa mempelajari suatu materi tertentu jika mereka tidak memiliki pengetahuan prasyarat yang cukup. Hal tersebut berlaku dari tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Seorang siswa SMA sekalipun akan mengalami kesulitan melakukan operasi pembagian jika ia tidak menguasai dengan baik operasi perkalian. Seorang siswa SMA atau mahasiswa tidak akan mungkin mempelajari integral dengan baik jika ia tidak memiliki bekal yang cukup tentang turunan atau diferensial.

Perlu rasanya untuk mengingatkan para guru matematika, bahwa jika menemui siswa yang mengalami kesulitan atau melakukan kesalahan, cobalah untuk berpikir jernih dalam menentukan penyebabnya, yaitu dengan menggunakan teori tentang hirarki belajar ini sebagai salah satu alat pentingnya. Sekali lagi seorang siswa tidak akan dapat mempelajari atau menyelesaikan tugas tertentu jika mereka tidak memiliki pengetahuan prasyaratnya. Karena itu, untuk memudahkan para siswa selama proses pembelajaran di kelas, proses tersebut harus dimulai dengan memberi kemudahan bagi para siswa dengan mengecek, mengingatkan kembali, dan memperbaiki pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya. Sebagai penutup, penulis ingin menyatakan bahwa tugas guru matematika memanglah berat, namun sangat mulia dan akan sangat menentukan kemajuan bangsa ini di masa yang akan datang. Di atas pundak Bapak dan Ibu gurulah tugas mulia tersebut terletak.

No comments:

Post a Comment