Mengapa ada siswa yang menyatakan bahwa ? Ada
juga siswa yang menyatakan bahwa (a + b)2 = a2 + b2?
Begitu juga, ada siswa SMA yang menyatakan sin (a + b) = sin a + sin b?
A.
Apa Inti
Konstruktivisme?
Ketika penulis bertanya kepada salah seorang siswa, mengapa ia
menyatakan (a + b)2 = a2 + b2? Jawabannya
adalah karena 2(a + b) = 2a + 2b. Alasan yang sama kemungkinan besar akan
dilontarkan bagi siswa yang menyatakan sin (a + b) = sin a + sin b. Hal ini
telah menunjukkan bahwa si siswa secara aktif telah menanggapi hal-hal yang
menarik hatinya, dan didasarkan pada pengetahuan yang ada pada struktur
kognitifnya. Jelaslah bahwa teori yang dikemukakan siswa tadi telah didasarkan
kepada pengetahuan yang sudah ada di dalam benaknya. Konstruktivisme menyatakan
bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri
ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada
kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan
Bodner (1986:873): “… knowledge is construsted as the learner strives to
organize his or her experience in terms of preexisting mental strustures”. Dengan
demikian, pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak
seorang guru ke otak siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di
dalam otaknya sendiri-sendiri.
Siswa tadi jelas melakukan suatu kesalahan yang sangat mendasar.
Meskipun begitu, seorang siswa tidak akan memberikan jawaban yang salah itu
dengan sengaja. Artinya, ia akan tetap meyakini kalau jawaban itu benar adanya.
Inti dari teori konstruktivisme lainnya adalah, mengajar tidak dapat disamakan
dengan mengisi air ke dalam botol atau menuliskan informasi pada kertas kosong.
Proses pembelajaran akan berhasil hanya jika para siswa tersebut telah berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mengolah dan mencerna informasi baru tersebut
dengan menyesuaikannya pada pengetahuan yang telah tersimpan di dalam kerangka
kognitifnya ataupun dengan mengubah kerangka kognitifnya tersebut. Pertanyaan
mendasar yang harus dijawab sekarang adalah: antisipasi apa yang harus
dilakukan agar siswa tidak melakukan kesalahan seperti itu lagi.
B.
Konstruktivisme
Sosial dari Vigotsky?
Mengapa sebagaian orang Indonesia kesulitan mempelajari
Bahasa Inggris dan kalah cepat untuk mempelajarinya dari anak-anak di Inggris?
Apa yang menyebabkan anak-anak di Ingris sangat cepat belajar Bahasa Inggris.
Berdasar fenomena yang disampaikan ini, tidaklah salah jika Lev Vygotsky lalu
menyatakan bahwa interaksi sosial, dalam arti interaksi individu tersebut
dengan orang lain merupakan salah satu faktor penting yang dapat memicu
perkembangan kognitif seseorang. Seorang anak kecil di Indonesia akan
dengan cepat belajar Bahasa Indonesia dibandingkan dengan orang dewasa Inggris
yang kurang berinteraksi dengan masyarakat yang menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa sehari-harinya.
Vygotsky juga menyatakan bahwa setiap anak memiliki zona
perkembangan proksimal (ZPD atau Zone of Proximal Development)
yang merupakan selisih antara tingkat perkembangan siswa yang aktual, tanpa
bantuan dan dukungan orang lain yang lebih dewasa dan lebih berpengalaman,
dengan perkembangan siswa jika ia mendapatkan bantuan atau dukungan dari orang
yang lebih kompeten. Dukungan dan bantuan dari orang yang lebih berkompeten
yang menyebabkan terjadinya ZPD itulah yang disebut dengan dukungan
dinamis atau scaffolding.
C.
Implikasinya
Pada Proses Pembelajaran
Sebagaimana sudah dinyatakan, tidak setiap pengetahuan dapat
dipindahkan dengan mudah dari otak seorang guru ke dalam otak murid-muridnya.
Hanya dengan usaha keras tanpa mengenal lelah dari siswa sendirilah suatu
pengetahuan dapat dibangun dan diorganisasikan ke dalam kerangka kognitif si
siswa tadi. Manurut paham konstruktivisme, seorang siswa harus membangun
sendiri pengetahuan tersebut. Karenanya seorang guru dituntut menjadi
fasilitator proses pembelajarannya. Berikut ini adalah contoh pembelajaran yang
lebih mengaktifkan siswa. Mungkin cara ini sudah pernah dilakukan para guru
yang sedang mengikuti diklat ini.
RENCANA PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran: Matematika
Kemampuan Dasar: 10. Melakukan
kegiatan Statistika
A.
Indikator:
Siswa dapat menghitung mean data tunggal dan menjelaskan maknanya.
B.
Materi
pembelajaran:
·
Mean data
tunggal
·
Makna mean
C.
Media
1.
Batu
kecil, mur, kelereng, manik-manik, atau yang sejenisnya
2.
OHP dan transparansi, papan tulis, kapur, dll
D.
Skenario
Pembelajaran
1.
Kepada
tiga siswa pada tiap kelompok diberikan batu kecil sebanyak 10, 10, dan 7.
2.
Minta
kepada tiga siswa tadi untuk membagi sama batu kecil yang didapat.
3.
Diskusikan secara kelompok cara membagi sama
batu kecil tersebut.
4.
Diskusikan secara pleno cara membagi sama batu
kecil tersebut. Alternatifnya:
a.
Siswa yang mendapat 10 buah batu kecil
memberikan salah satu batu kecilnya kepada siswa yang memiliki 7 batu kecil
b.
Seluruh batu kecil dikumpulkan lalu dibagi tiga.
5.
Dari kegiatan 3 di atas, dibahas pengertian
rata-rata hitung sebagai hasil bagi jumlah semua ukuran dengan banyaknya ukuran
6.
Membahas
makna mean dengan siswa.
7.
Meminta
siswa menentukan rata-rata nilai matematika 10 orang siswa berikut: 8, 8, 7, 7, 5, 7, 6, 7, 7, 6
dengan berbagai cara. Diskusikan cara mereka mendapatkan rata-rata nilai
tersebut.
8.
Dari
kegiatan 5 di atas, dibahas salah satu cara mendapatkan rata-rata hitung suatu
data, yaitu
9.
Meminta siswa menentukan rata-rata nilai matematika
10 orang siswa berikut: 108, 108, 107, 107, 105, 107, 106, 107, 107, 106. Diskusikan
cara mereka mendapatkan rata-rata nilai tersebut.
E.
Penilaian
1.
Tentukan mean (rata-rata), median, dan modus
dari data berikut:
a.
4, 9, 6, 6, 7, 7, 3, 5, 6, 5.
b.
44, 49, 46, 46, 47, 47, 43, 45, 46, 45.
c.
40, 90, 60, 60, 70, 70, 30, 50, 60, 50.
Hal menarik apa saja yang dapat Anda nyatakan dari
hasil itu? Apakah hal itu terjadi secara kebetulan saja ataukah dapat
dibuktikan?
2. Hitunglah nilai rata-rata dari data berikut:
Nilai
(x)
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
Banyak
anak (f)
|
5
|
7
|
14
|
8
|
6
|
Guru mengamati
dan berdiskusi dengan siswa atau kelompok siswa untuk membantu, dan mengarahkan
mereka.
Contoh di atas menunjukkan peran guru sebagai seorang fasilitator
dalam membantu siswanya agar dapat dengan mudah mengkonstruksi sendiri
pengetahuan tentang rataan. Agar suatu pengalaman baru dapat terkait dengan
pengetahuan yang sudah ia miliki, maka proses pembelajaran harus dimulai dari
pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran siswa (sudah ada kerangka
kognitifnya) ataupun mudah ditangkap siswa (mudah dibangun kerangka
kognitifnya). Namun paling penting dan mendasar, tugas utama seorang guru
adalah menjadi fasilitator sehingga proses pembelajaran di kelasnya dapat
dengan mudah membantu para siswa untuk membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan
yang baru tersebut ke dalam kerangka kognitifnya.
No comments:
Post a Comment