Study Wisata: “Belajar” atau hanya “Rekreasi” saja - Hardy Math

Thursday, December 21, 2017

Study Wisata: “Belajar” atau hanya “Rekreasi” saja

Bulan Desember, pada bulan ini sering disebut sebagai bulan liburan. Karna banyak orang-orang yang memanfaatkan waktu pada bulan ini untuk travelling bersama sahabat, keluarga dan sanak famili. Begitu juga sekolah, yang pada bulan ini masuk dalam liburan Akhir Semester. Dimana pihak sekolah memanfaatkan waktu ini untuk digunakan melaksanakan program sekolah yakni “Study Wisata”. Study wisata yang akrab disebut study tour di beberapa sekolah yang ada di Provinsi Lampung khususnya dan di Indonesia pada umumnya sudah menjadi suatu program wajib yang dilaksanakan 1 tahun sekali.
Study Wisata atau juga bisa disebut sebagai Study Tour sebenarnya bisa di kategorikan sebagai metode pembelajaran yang berbentuk rekreasi. Metode pembelajaran yang dibungkus dengan “proses” menyenangkan sehingga peserta didik diharapkan mampu untuk mempelajari, berinteraksi dan menarik hikmah saat berada dilapangan. Dalam prosesnya study wisata adalah sebuah pembelajaran dengan membawa peserta didik mempelajari bahan-bahan atau sumber-sumber belajar di luar kelas dengan maksud agar peserta didik lebih memahami serta memiliki wawasan yang luas tentang bahan ajar yang dipelajarinya di dalam kelas.

Dengan kata lain, study wisata adalah suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan diri peserta didik dalam kehidupan nyata (real life) yang menjadi sumber belajar. Model study wisata merupakan suatu cara penguasaan pembelajaran dengan membawa peserta didik langsung kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas atau di lingkungan kehidupan nyata.
Dari penjelasan diatas dapat di tarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa study wisata adalah sebuah kegiatan “belajar” yang dibungkus dengan “proses” wisata. Namun, penulis menilai study wisata yang seharusnya memiliki esensi utama sebagai “pembelajaran” telah mengalami pergeseran makna menjadi kegiatan rekreasi semata. Pada dasarnya, dalam sebuah pembelajaran pada umumnya harus terdapat Startegi/Planning (perencanaan), Action (pelaksanaan) dan evaluasi (tindak lanjut) demi tercapainya kompetensi yang diharapakan dalam proses pembelajaran tersebut.
Startegi/Planning (perencanaan), dalam tahap ini guru sebagai panitia study wisata harus merumuskan tujuan study wisata sebagai sebuah proses pembelajaran. Setelah itu Guru menetapkan obyek-obyek study wisata yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek belajar peserta didik, kemudian menyiapkan rencana belajar dan bahan-bahan/perlengkapan belajar yang akan digunakan seperti panduan belajar, lembar kerja peserta didik, lembar penelitian peserta didik, dan bentuk lainnya yang dapat membimbing peserta didik dalam proses belajar ketika melakukan study wisata. Atau kita juga bisa berkoordinasi dengan beberapa lembaga seperti PP IPTEK TMII, yang biasanya juga sudah menyiapkan lembar kerja peserta didik untuk belajar disana. Hal ini perlu dilakukan secara serius dan seksama agar nantinya kegiatan study wisata peserta didik bukan hanya sekedar rekreasi, namun juga merupakan sebuah kegiatan belajar.
Action (pelaksanaan), pada tahap ini guru membimbing peserta didik dalam kegiatan belajar sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat. Dan perlu ditekankan kepada peserta didik bahwa prioritas utama study wisata yang dilakukan adalah belajar, dan bukan rekreasi semata. Dalam proses belajar dalam study wisata peserta didik diberi kesempatan seluas-luasnya untuk bereksplorasi mencari pengetahuannya di bawah pengawasan guru. Kemudian pada prosesnya akan lebih baik apabila sesekali diadakan diskusi dan tanya jawab dengan peserta didik membahas apa saja yang telah mereka lihat dan dapatkan selama pengamatan saat belajar dalam study wisata tersebut.
Evaluasi (tindak lanjut), kegiatan tindak lanjut ini dilaksanakan setelah proses study wisata selesai dan peserta didik kembali kesekolah. Kegiatan evaluasi diwujudkan dengan membuat dan mengumpulkan laporan hasil study wisata yang telah dilakukan baik secara individu atau bisa juga dilakukan secara kelompok. Dalam setiap pembelajaran maka selalu ada proses penilaian, begitu juga dengan study wisata. Guru memberikan penilaian terhadap kinerja peserta didik baik penilaian peserta didik saat dilokasi study wisata maupun laporan yang sudah mereka buat.
Pihak sekolah terkadang lupa akan proses diatas. Bahkan terkadang pemilihan objek study wisata sering meleset dari nilai sebuah pembelajaran yang semestinya. Terkadang objek wisata tidak lagi dipilihkan tempat dimana bisa terjadi interaksi belajar dan pembelajaran bagi peserta didik. Hal ini harus menjadi sorotan utama dalam study wisata. segala sesuatu dan semuanya harus dipersiapkan dengan begitu baik, jangan sampai yang terjadi hanyalah bersenang-senang, sibuk belanja, foto-foto, ber-selfie-selfie ria, atau malah sekedar hura-hura.
“Pesan kepada teman-teman guru yang sedang melaksanakan kegiatan study wisata, kembalikan lah esensi study wisata kepada esensi yang sebenarnya. Memang study wisata bisa meningkatkan keceriaan, nilai kekeluargaan, mempererat jalinan silaturahmi antara sekolah, guru dan peserta didik. Tapi sebagaimana esensi nilai yang terkandung dalam arti kata study wisata, maka perlulah dikaji, diawasi, dan dinilai. Apabila nilai-nilai pembelajaran sudah lagi tidak ada, maka sudah sepantasnya study wisata ditiadakan dan mengganti namanya dengan “Rekreasi Saja”.”
Hardika Saputra
20 Desember 2017
“Tulisan dibuat dari berbagai sumber”
Tulisan dibuat karna penulis melihat mulai banyak sekolah yang melupakan esensi study wisata/study tour yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment