Perkembangan Pendidikan Matematika - Hardy Math

Thursday, September 26, 2013

Perkembangan Pendidikan Matematika

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang pengembangannya bebas dan bersifat universal, dengan pengembangannya yang khas. Sedangkan pengembangan pendidikan matematika tidak bisa lepas dari tujuan Pendidikan Nasional Negaranya. Pendidikan matematika dikembangkan melalui metode ilmiah sedangkan pengembangan matematika tidak menggunakan metode ilmiah.

Pendidikan matematika itu suatu disiplin ilmu. Sebagai  contoh, untuk mengetahui kapan konsep bilangan, konsep panjang, konsep luas, konsep volum, dan konsep berat dipahami siswa harus harus dikaji melalui penelitian. Contoh lain, misalnya untuk mengetahui bagaimana pembelajaran matematika dengan kalkulator yang dapat menyebabkan siswa berpikir (nalar), kreatif, terampil berhitung, penghayatan (sense) terhadap bilangan baik harus diteliti.
Penelitian pendidikan matematika tidak dapat terlepas dari teori  yang mendasarinya, salah satunya adalah teori belajar-mengajar. Teori belajar-mengajar yang bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika dan penekanannya pada penerapan. Dalam pendidikan matematika teori belajar-mengajar yang diterapkan ialah teori disiplin mental, teori pengaitan dari Thorndike dan sebelumnya, teori perkembangan mental dari Piaget, teori Bruner, permainan dari Dienes, teori belajar-mengajar Gagné, dan tahap-tahap penguasaan siswa dalam geometri dari Van Hiele.
Teori disiplin mental menekankan kepada pengajaran matematika yang sukar agar otak manusia wujudnya lebih bagus. Karena itu soal-soalnya sukar dan sering disengaja disukarkan. Walaupun soal-soalnya sukar, waktu itu siswa dapat memahaminya karena siswanya sangat terpilih.
Teori pengaitan tidak sependapat dengan teori disiplin mental. Menurut teori ini, agar siswa berhasil belajar maka pengaitan antara topik itu harus jelas. Makin kuat pengaitannya makin bagus pembelajarannya. Topik-topik prasyarat diusahakan terwujud. Hierarkis operasi hitung dibuatkan. Dan pembelajarannya menekankan kepada pengulangan, penggenjotan, hafalan, kecepatan keterampilan, dan kepada hasil. Pengaruh dari falsafah ini sangat besar dan lama. Bahkan sekarang pun masih banyak yang suka dengan hafalan, kecepatan dan sebagainya.
Berikutnya teori belajar-mengajar yang tumbuh bersamaan dan agak  bersamaan adalah teori perkembangan mental dari Piaget, teori belajar-mengajar dari Bruner, dan teori belajar-mengajar dari Dienes. Teori ini mendukung pembelajaran matematika modern yang menekankan kepada pengertian.
Teori perkembangan mental dari Piaget mengingatkan kita bahwa agar siswa mengerti tentang sesuatu, tentang bilangan misalnya, ia harus sudah siap untuk itu. Kesiapan ini dimiliki siswa dalam usia yang berbeda-beda. Agar siswa berhasil belajar mengenai sesuatu itu, kita harus mengetahui bahwa kesiapannya harus sudah ada. Bila belum, kita adakan kegiatan pendahuluan sebelum pembelajaran yang semestinya diadakan.
Yang penting dari teori belajar-mengajar Bruner adalah pendekatan spiral, metode penemuan, dan keanekaragaman serta pengkontrasan. Pendekatan spiral memberitahukan kepada kita bahwa konsep yang lebih sukar itu bisa lebih disederhanakan sehingga menjadi bisa dipahami oleh siswa di tingkat yang lebih bawah. Metode penemuan perlu diberikan agar siswa aktif, kreatif, menyenangi, dan apa yang telah diperolehnya menjadi tahan lama. Dan dalam pembelajaran perlu menanamkan prinsip keanekaragaman serta pengkontrasan agar siswa tidak salah konsep.
Dienes terkenal dengan permainan sebagai salah satu metode mengajar dan alat-alat bantu dalam pembelajaran. Dalam permainan siswa menjadi rileks, tidak tegang, ada senda gurau dan saling meluruskan. Mengenai yang terkait dengan kata “main” ada perbuatan bermain (main), melakukan permainan, dan melakukan permainan matematika. Dalam permainan matematika ada aturan matematika yang dimainkan. Dan alat bantu pengajaran dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep matematika.
Dalam teori belajarnya, Gagné mengingatkan adanya objek tidak langsung akibat dari diberikannya objek langsung. Objek tidak langsung ini akan membentuk sikap manusia yang mempelajari matematika; sikap kreatif, cermat, hemat, rasional dan pemecahan masalah. Kemudian, menurut Gagné ada delapan tipe belajar siswa yang hierarkis. Misalnya, sebelum siswa dapat memahami sifat, dalil, atau teori siswa harus memahami konsepnya terlebih dahulu, dan sebelum memahami konsep, siswa harus bisa membedakan itu dan ini. Dan tipe belajar tertinggi adalah pemecahan masalah yang sejak tahun 80-an menjadi sentralnya pengajaran matematika.
Terakhir yang telah diuraikan mengenai teori belajar-mengajar matematika ini adalah tahap-tahap pemahaman siswa dalam geometri dari Van Hiele. Julukan kepada tahap-tahap pemahaman geometri ini rasanya kurang tepat bila dijuluki teori belajar-mengajar, sebab isinya hanya penemuan tahap-tahap itu dan beberapa saran pembelajarannya. Tetapi sebagai suatu hasil penelitian ditambah dengan penemuan bahwa tahap deduksi di Inggris pun hanya bisa dipahami oleh 5% siswa SMA dan tahap akurasinya ada di luar jangkauan kemampuan siswa SMA, itu merupakan hasil penelitian yang bermanfaat.

No comments:

Post a Comment