Pendekatan Kontekstual - Hardy Math

Thursday, March 29, 2012

Pendekatan Kontekstual

Selama ini banyak siswa yang mungkin mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya sering kali tidak memahami atau mengerti secara mendalam materi yang dipelajari, akibatnya mereka tidak mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Dewey (Toharudin: 2005) bahwa “Siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya”.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata yang mendorong siswa memperoleh hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa perlu tahu apa makna belajar, apa manfaatnya dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
Dengan begitu siswa memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk kehidupan nanti. Mereka akan mempelajari apa yang bermanfaat baginya berupaya menggapainya.
Penerapan kontekstual dalam pengajaran di kelas tidaklah tertalu sulit, secara garis besarnya mengikuti tujuh komponen sebagai berikut:
a)      Kontruktivisme (Contructivisme)
Kontruktivisme (membangun) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Dalam langkah kontruktivisme ini yakni mengembangkan pemikiran siswa tentang
belajar bermakna, dengan cara belajar sendiri paling tidak siswa dapat mengembangkan materi pelajaran lebih lanjut. Mengkaji persoalan-persoalan yang bertautan dengan materi yang diperoleh dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b)      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian initi dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL (Contekstual Teaching and learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dengan menemukan sendiri. Dalam langkah ini melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry.
c)      Bertanya (Questioning)
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Untuk itu guru harus mengembangkan sifat ingin tahu siswa untuk selalu ingin bertanya.
d)     Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Untuk itu diciptakan kegiatan belajar kelompok atau belajar bersama.
e)      Pemodelan (Modeling)
Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu. Dalam pembelajaran matematika menggunakan model untuk memperjelas konsep-konsep matematika.
f)       Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari untuk berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu. Dalam penerapannya refleksi dilakukan pada akhir pertemuan.
g)      Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memebrikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kemajuan belajar siswa dinilai dari proses, bukan hanya hasil penilaian yang sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pendekatan kontekstual dalam pelaksanaannya di arahkan pada keadaan konteks siswa, misalnya pada fase awal pembelajaran. Sebelum guru menyampaikan tujuan pembelajaran siswa dimotivasi dengan cerita-cerita dan penampilan fenomena sehari-hari dengan materi yang disampaikan.
Pada fase kedua demontrasi dilakukan dengan menggunakan alat-alat dalam kelompok-kelompok agar mereka bisa saling bekerjasama dan bertanya sesama anggota kelompoknya. Apabila ada hal yang belum dimengerti sebelumnya ditanyakan pada guru.

No comments:

Post a Comment