Menurut Widjajanti (2011: 2) bahwa Problem based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis
bagi siswa untuk belajar. Prinsip dasar yang mendukung konsep pembelajaran Problem based Learning yaitu belajar
yang diprakarsai dengan adanya masalah dan pertanyaan Problem based Learning
telah
diakui sebagai suatu pengembangan dari pembelajaran aktif dan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa yang
menggunakan masalah-masalah yang tidak terstruktur (masalah-masalah dunia nyata
atau masalah-masalah simulasi
yang kompleks)
sebagai titik awal
dan jangkar atau sauh untuk proses
pembelajaran. Menurut Apriyono (2011: 12) sebagai model pembelajaran Problem based Learning
dilandasi
oleh pemikiran bahwa kegiatan belajar hendaknya mendorong dan membantu siswa
untuk terlibat secara aktif membangun pengetahuannya sehingga mencapai pemahaman
yang mendalam (deep
learning). Hal ini berarti bahwa Problem
based Learning merupakan model pembelajaran dimana siswa dapat dengan leluasa
mengembangkan kemampuan berpikir mereka, guru tidak memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada siswa melainkan membantu siswa mengembangkan
kemampuan
berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual.
Karakteristik pembelajaran Problem based Learning
menurut
Arends (2008: 42) adalah (1) pengajuan pertanyaan atau masalah, (2) fokus pada
keterkaitan interdisiplin ilmu yaitu pembelajaran berbasis masalah berpusat
pada mata pelajaran tertentu tetapi
pemecahan masalah dapat ditinjau
dari berbagai ilmu pengetahuan, (3) penyelidikan autentik, (4)
memamerkan produk, dan (5) adanya kerjasama (kolaborasi). Menurut Widjajanti (2011:
2), Problem
based Learning dapat dimulai dengan
mengembangkan masalah yang menangkap minat siswa dengan menghubungkannya dengan
isu di dunia nyata, menggambarkan atau mendatangkan pengalaman dan belajar
siswa sebelumnya, memadukan isi tujuan
dengan ketrampilan pemecahan masalah,
membutuhkan kerjasama, metode banyak tingkat (multi-staged method) untuk
menyelesaikannya dan mengharuskan siswa melakukan beberapa penelitian
independen untuk menghimpun atau
memperoleh semua informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Widjajanti (2011:
6) mengemukakan bahwa masalah untuk Problem
based Learning seharusnya dipilih sedemikian
hingga menantang minat siswa untuk menyelesaikannya, menghubungkan dengan
pengalaman dan belajar sebelumnya, dan membutuhkan kerjasama dan berbagai
strategi untuk menyelesaikannya.
Widjajanti menambahkan untuk keperluan ini, masalah yang disarankan untuk
dijadikan titik awal pembelajaran.
Masalah dalam PBL adalah
masalah yang mempunyai lebih dari satu cara untuk menyelesaikannya, atau
mempunyai lebih dari satu jawaban yang benar. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Tan (2004: 8) bahwa pengajuan masalah dalam Problem based Learning
(PBL) disajikan secara tidak
terstruktur (unstructured) digunakan sebagai titik awal (starting
point) di dalam pembelajaran,
masalah menantang siswa untuk belajar
pengetahuan baru, pembelajaran mandiri (self
directed learning) pemanfaatan sumber pengetahuan yang bervariasi, penggunaan dan evaluasi sumber informasi, pengembangan inquiry dan keterampilan
pemecahan masalah (problem solving
skill), sintesis dan integrasi dan evaluasi serta review dari
pengalaman pembelajaran di dalam proses pembelajaran sebagai penutup dari Problem based Learning. Peran guru dalam Problem based Learning
adalah
membimbing, menggali pemahaman yang lebih dalam, dan mendukung inisiatif siswa,
tetapi tidak memberi ceramah pada konsep yang berhubungan langsung dengan
masalah yang akan dipecahkan dan tidak mengarahkan atau memberikan penyelesaian
yang mudah. Guru mendampingi siswa sebagai fasilitator yang baik sangat
diperlukan pada saat diskusi mengalami kebuntuan, guru dapat memancing ide
siswa dengan pertanyaan yang mengarah pada penemuan jawaban.
Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam model pembelajaran Problem based Learning
menurut
Tan (2004: 35) meliputi mengorientasikan siswa pada masalah, menganalisis
masalah, memandu menyelidiki masalah secara mandiri atau kelompok,
mengembangkan serta menyajikan hasil kerja, dan mengikhtisarkan,
mengintegrasikan serta mengevaluasi. Langkah model pembelajaran Problem based Learning secara terperinci
dikemukakan oleh Arends (2008: 57) yang menyatakan
bahwa Problem
based Learning memiliki lima fase dalam
tahapan proses pembelajarannya yaitu mengorientasikan siswa kepada
masalah, mengorganisasikan, membantu
penyelidikan mandiri dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya
serta memamerkannya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Lima fase
Problem based Learning dalam kegiatan
pembelajaran terlihat seperti pada Tabel 2.2.
Tabel
2.2 Tahapan-tahapan Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL)
Tahapan
|
Kegiatan Guru
|
Fase 1:
Mengorientasikan siswa
kepada masalah.
Fase 2:
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar.
Fase 3:
Membantu penyelidikan
mandiri dan kelompok.
Fase 4:
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya serta memamerkannya.
Fase 5:
Menganalisis
danmengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan
kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan
memotivasi siswa agar terlibat
dalam kegiatan pemecahan masalah
yang mereka pilih sendiri.
Guru membantu siswa
menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
Guru mendorong siswa
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari
penjelasan, dan solusi.
Guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang
sesuai seperti laporan, rekaman video,
dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka.
Guru membantu siswa
melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
Sumber : Arends (2008: 57)
Fase pertama yaitu mengorientasikan siswa pada masalah. Siswa mendapatkan
penyajian masalah dalam bentuk pertanyaan yang diberikan guru. Kegiatan guru adalah
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, menumbuhkan
sikap positif terhadap materi yang akan disampaikan dan mendeskripsikan apa yang
ingin dilakukan siswa selama pelajaran. Guru menyajikan sebuah
permasalahan dengan seksama dan memiliki
prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam mengidentifikasi
masalah. Masalah yang disajikan sebaiknya semenarik mungkin agar siswa memiliki
rasa ingin tahu dan termotivasi dalam berinkuiri. Ide penting fase orientasi
pada masalah adalah mempersiapkan penyelidikan pada fase berikutnya.
Fase kedua adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Siswa
dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok belajar untuk merancang kegiatan
penyelidikan, melakukan kegiatan penyelidikan, dan melaporkan tugas-tugas.
Pembentukan kelompok siswa disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh guru
melalui proyek-proyek tertentu. Pada fase ini, guru membantu siswa untuk
menyelidiki masalah-masalah yang
diajukan pada fase sebelumnya.
Fase ketiga adalah membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Siswa
melakukan kegiatan penyelidikan melibatkan proses pengumpulan data, perumusan
hipotesis dan pengujian serta memberikan solusi. Kegiatan Guru mendorong siswa
untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan agar siswa berpikir tentang masalah dan jenis-jenis
informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada solusi pemecahan masalah. Guru
seharusnya juga mendukung pertukaran ide-ide secara bebas dan apabila
dibutuhkan guru memberikan suatu teknik dukungan
belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa
agar dapat belajar secara mandiri yang lebih intensif atas permasalahan tersebut.
Fase keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta
memamerkannya. Tahapan penyelidikan sebaiknya diikuti dengan penciptaan hasil
karya dan memamerkannya. Hasil karya tidak hanya laporan tertulis, tetapi juga
dapat berbentuk rekaman video, slogan, poster atau presentasi multimedia.
Fase kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Kegiatan pada fase terakhir ditujukan untuk membantu siswa dalam
menganalisis dan mengevaluasi proses-proses berpikir dari penyelidikan sampai
dengan penemuan solusi atas masalah yang diajukan di awal pembelajaran serta
guru dapat membantu siswa melakukan refleksi penyelidikan dan proses-proses
yang siswa lakukan.
Kendala yang dihadapi dalam model pembelajaran Problem based Learning
menurut
Mudjiman (2006: 57), siswa yang malu-malu tidak dapat berpartisipasi aktif
dalam kelompok, adanya siswa yang menggangu, siswa tidak mampu mengatasi
masalah. Siswa terus menerus
bergantung dengan guru,
adanya siswa yang
dominan sehingga akan terkesan
akan memaksakan kehendak kepada
kelompok, dan terkadang terdapat kelompok yang tidak kompak.
Kelebihan
Problem based Learning menurut Trianto (2010: 96), yaitu realistik dengan
kehidupan siswa, konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, memupuk inkuiri siswa,
ingatan konsep siswa menjadi kuat, dan memupuk kemampuan problem solving. Kekurangannya Problem based Learning yaitu persiapan
pembelajaran yang komplek, sulitnya mencari masalah yang relevan, sering
terjadi kesalahan konsep, dan memerlukan waktu yang lebih banyak. Tosun dan
Taşkesenligil (2011: 128) menyebutkan bahwa Problem based Learning memiliki dampak positif
pada orientasi target, nilai dan kemanjuran diri yang merupakan sub-dimensi
dari motivasi siswa terhadap kimia. Selanjutnya,
Graaff dan Kolmos (2003: 661) menambahkan, pembelajaran PBL meningkatkan konsep dasar, dugaan, dan minat siswa. Etherington
(2011: 50) menambahkan bahwa dalam pembelajaran Problem based Learning dapat mendefinisikan, menyusun, dan mengenali sesuatu yang
dibutuhkan oleh siswa yang berinkuiri terbuka. Dari pendapat-pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari model pembelajaran Problem based Learning
antara lain siswa dapat memperoleh pengalaman praktis, kegiatan belajar lebih
menarik, bahan pengajaran lebih dihayati dan dipahami oleh para siswa, siswa
dapat belajar dari berbagai sumber, interaksi sosial antar siswa lebih banyak
dikembangkan, siswa belajar melakukan analisis dan sintesis secara simultan.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Widjajanti, Djamilah Bondan. 2011. Mengembangkan
Softskill Siswa melalui Pembelajaran
Matematika Berbasis Masalah, Makalah Seminar Nasional Pendidikan MIPA Unila.
Apriyono, J. 2011.Meningkatkan Ketrampilan Kerjasama Siswa dalam
Belajar Melalui Pembelajaran Kolaboratif. Jurnal
Prospektus.
Arends,
Richard. 2008. Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri
Mulyani. New York: McGraw Hill Company.
Tan, O. S. 2004. Cognition, Meta Cognition, and
Problem-Based Learning. Dalam O. S. Tan (ed.). Enhancing Thinking
through Problem-Based Learning Approaches. Australia:
Thomson.
Mudjiman,
Haris. 2006. Belajar Mandiri, Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press)
Trianto.
2010. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta. 290 hlm.
Tosun,
C. dan Taşkesenligil, Y. 2011. The Effect of Problem Based Learning on Student Motivation
Towards Chemistry Classes and on Learning Strategies. Journal
of Turkish Science Education.
Graff, Erik De dan Anette Kolmos. 2003.
“Characteristics of Problem-Based Learning”,
International Journal Engng /Vol. 19, No. 5, 657-662.
No comments:
Post a Comment