1)
Pendekatan Induktif
Pendekatan
induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Ingris Prancis Bacon (1561) yang
menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta – fakta yang
kongkrit sebanyak mungkin. Berpikir induktif ialah suatu proses berpikir yang
berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang mencari ciri – ciri atau sifat –
sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri –
ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Menurut
Purwanto (dalam Sagala, 2003 : 77) tepat atau tidaknya kesimpulan atau cara berpikir
yang diambil secara induktif bergantung pada representatif atau tidaknya sampel
yang diambil mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang
diambil berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu makin
besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang diambil berarti
refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu semakin kecil pula.
Dalam konteks pembelajaran, pendekatan induktif berarti pengajaran yang bermula
dengan menyajikan sejumlah keadan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi
suatu konsep, prinsip atau aturan.
2)
Pendekatan Deduktif
Pendekatan
deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi ke hal
yang khusus. Dalam penalaran deduktf, tdak menerima generalisasi dari hasil
observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran
deduktif adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada pernyataan
sebelumnya yang benar.
3)
Pendekatan Spiral
Pada
pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan spiral, suatu konsep tidak diajarkan
dari awal sampai akhir secara sebagian-sebagian, berulang-ulang, atau dalam
selang waktu yang terpisah-pisah.Tetapi dalam pembelajaran, mula-mula konsep
tersebut dikenalkan dengan cara dan dalam bentuk sederhana yang makin lama
makin kompleks dan dalam bentuk abstrak. Pada akhirnya digunakan bentuk umum
dalam matematika, di antara selang waktu yang terpisah itu diberikan
konsep-konsep lain.
4)
Pendekatan Konstrukstivisme
Konstruktivisme
merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi Sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba - tiba.Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide –
ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.
5)
Pendekatan Realistik
Realistic
Mathematics Education sebagai salah satu paradigma dalam
pembelajaran matematika, telah banyak mempengaruhi program pembelajaran
matematika di beberapa Negara. Keberhasilannya di negeri asalnya (Belanda)
menyebabkan para ahli pendidikan matematika menaruh perhatian secara khusus. Dalam
praktek pembelajaran matematika di kelas, pendekatan realistic sangat memperhatikan
aspek-aspek informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantarkan pemahaman
siswa pada matematika formal. De Lange (1987) mengistilahkan informal mathematics
sebagai horizontal mathematization sedangkan matematika formal sebagai vertical
mathematization. Menurut Treffers dan Goffree (1985) dalam proses
pematematikaan kita membedakan dua komponen proses matematisasi yaitu horizontal
mathematization dan vertical mathematization. Menurutnya bahwa
“mula-mula kita dapat mengidentifikasi bagian dari matematisasi bertujuan untuk
mentransfer suatu masalah ke dalam masalah yang dinyatakan secara matematika.
Melalui penskemaan dan mengedentifikasi matematika khusus ke dalam konteks
umum.
6)
Pendekatan Pemecahan Masalah
Problem
atau masalah menurut Hayes (Halgimon SL, 1992:2) adalah suatu kesenjangan (gap)
antara di mana Anda berada sekarang dengan tujuan yang Anda inginkan, sedangkan
Anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan. Menurut Hudoyo (1996:190),
suatu pertanyaan merupakan suatu permasalahan bila pertanyaan itu tidak bisa
dijawab dengan prosedur rutin, sedangkan pemecahan masalah adalah proses
penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Selanjutnya Hudoyo (1996:189) mengemukakan bahwa penyelesaian masalah dapat
diartikan sebagai penggunaan matematika baik untuk matematika itu sendiri
maupun aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan ilmu pengetahuan
yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum kita
ketahui penyelesaiannya ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun pemecahan masalah dapat
didefinisikan secara berbeda oleh orang yang berbeda dalam saat yang sama atau
oleh orang yang sama pada saat yang berbeda, akan tetapi pada hakekatnya semua
sepakat bahwa pemecahan masalah mengandung pengertian sebagai proses berpikir
tingkat tinggi dan mempunyai peranan yang penting dalam pembelajaran
matematika.
7)
Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontekstual
dalam pembelajaran merupakan konsep belajar mengajar yang memfungsikan guru
sebagai pihak yang harus mengemas materi (konten) dan mengaitkannya dengan
suasana yang mudah dipahami siswa (konteks). Membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa
membuat kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
No comments:
Post a Comment