Problem based Learning (PBL) - Hardy Math

Wednesday, July 13, 2016

Problem based Learning (PBL)

Menurut Widjajanti (2011: 2) bahwa Problem based Learning (PBL) adalah  pembelajaran yang  menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa untuk belajar. Prinsip dasar yang mendukung konsep pembelajaran Problem based Learning yaitu belajar yang diprakarsai dengan adanya masalah dan pertanyaan  Problem based Learning telah diakui sebagai suatu pengembangan dari pembelajaran aktif dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang menggunakan masalah-masalah yang tidak terstruktur (masalah-masalah dunia  nyata  atau masalah-masalah simulasi  yang  kompleks) sebagai  titik awal  dan jangkar atau sauh untuk proses  pembelajaran. Menurut Apriyono (2011: 12) sebagai model pembelajaran Problem based Learning dilandasi oleh pemikiran bahwa kegiatan belajar hendaknya mendorong dan membantu siswa untuk terlibat secara aktif membangun pengetahuannya sehingga mencapai pemahaman yang mendalam (deep learning). Hal ini berarti bahwa Problem based Learning merupakan model pembelajaran dimana siswa dapat dengan leluasa mengembangkan kemampuan berpikir mereka, guru tidak memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa melainkan membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual.


Karakteristik pembelajaran Problem based Learning menurut Arends (2008: 42) adalah (1) pengajuan pertanyaan atau masalah, (2) fokus pada keterkaitan interdisiplin ilmu yaitu pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran  tertentu tetapi pemecahan masalah dapat  ditinjau dari  berbagai  ilmu pengetahuan, (3) penyelidikan autentik, (4) memamerkan produk, dan (5) adanya kerjasama (kolaborasi). Menurut Widjajanti (2011: 2), Problem based Learning dapat dimulai  dengan mengembangkan masalah yang menangkap minat siswa dengan menghubungkannya dengan isu di dunia nyata, menggambarkan atau mendatangkan pengalaman dan belajar siswa sebelumnya, memadukan isi  tujuan dengan ketrampilan  pemecahan masalah, membutuhkan kerjasama, metode banyak tingkat (multi-staged method) untuk menyelesaikannya dan mengharuskan siswa melakukan beberapa penelitian independen  untuk menghimpun atau memperoleh semua informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Widjajanti (2011: 6) mengemukakan bahwa masalah untuk Problem based Learning seharusnya dipilih sedemikian hingga menantang minat siswa untuk menyelesaikannya, menghubungkan dengan pengalaman dan belajar sebelumnya, dan membutuhkan kerjasama  dan berbagai  strategi  untuk menyelesaikannya. Widjajanti menambahkan untuk keperluan ini, masalah yang disarankan untuk dijadikan titik awal pembelajaran. 

Masalah dalam PBL adalah masalah yang mempunyai lebih dari satu cara untuk menyelesaikannya, atau mempunyai lebih dari satu jawaban yang benar. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Tan (2004: 8) bahwa pengajuan masalah dalam Problem based Learning (PBL) disajikan secara tidak terstruktur (unstructured) digunakan sebagai titik awal (starting point) di dalam  pembelajaran, masalah menantang siswa  untuk belajar pengetahuan baru,  pembelajaran mandiri (self directed learning) pemanfaatan sumber pengetahuan yang  bervariasi, penggunaan dan evaluasi  sumber informasi, pengembangan inquiry dan keterampilan pemecahan masalah (problem  solving skill), sintesis dan integrasi dan evaluasi serta review dari pengalaman pembelajaran di dalam proses pembelajaran sebagai penutup dari Problem based Learning. Peran guru dalam Problem based Learning adalah membimbing, menggali pemahaman yang lebih dalam, dan mendukung inisiatif siswa, tetapi tidak memberi ceramah pada konsep yang berhubungan langsung dengan masalah yang akan dipecahkan dan tidak mengarahkan atau memberikan penyelesaian yang mudah. Guru mendampingi siswa sebagai fasilitator yang baik sangat diperlukan pada saat diskusi mengalami kebuntuan, guru dapat memancing ide siswa dengan pertanyaan yang mengarah pada penemuan jawaban.

Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam model pembelajaran Problem based Learning menurut Tan (2004: 35) meliputi mengorientasikan siswa pada masalah, menganalisis masalah, memandu menyelidiki masalah secara mandiri atau kelompok, mengembangkan serta menyajikan hasil kerja, dan mengikhtisarkan, mengintegrasikan serta mengevaluasi. Langkah model pembelajaran Problem based Learning secara terperinci dikemukakan oleh  Arends (2008: 57) yang menyatakan bahwa Problem based Learning memiliki lima fase dalam tahapan proses pembelajarannya yaitu mengorientasikan siswa kepada masalah,  mengorganisasikan, membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Lima fase Problem based Learning dalam kegiatan pembelajaran terlihat seperti pada Tabel 2.2.
  
Tabel 2.2 Tahapan-tahapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tahapan
Kegiatan Guru
Fase 1:
Mengorientasikan siswa kepada masalah.



Fase 2:
Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Fase 3:
Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.

Fase 4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya.

Fase 5:
Menganalisis danmengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru  menginformasikan  tujuan-tujuan  pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan  memotivasi siswa agar  terlibat dalam kegiatan  pemecahan  masalah  yang  mereka pilih sendiri.

Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi.

Guru  membantu  siswa dalam  merencanakan  dan menyiapkan hasil  karya yang  sesuai seperti laporan, rekaman video,  dan  model,  serta membantu  mereka berbagi karya mereka.

Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

Sumber : Arends (2008: 57)

Fase pertama yaitu mengorientasikan siswa pada masalah. Siswa mendapatkan penyajian masalah dalam bentuk pertanyaan yang diberikan guru. Kegiatan guru adalah mengkomunikasikan  tujuan pembelajaran, menumbuhkan sikap positif terhadap materi  yang  akan disampaikan dan mendeskripsikan apa  yang  ingin dilakukan siswa  selama  pelajaran. Guru menyajikan sebuah permasalahan dengan seksama dan memiliki  prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam mengidentifikasi masalah. Masalah yang disajikan sebaiknya semenarik mungkin agar siswa memiliki rasa ingin tahu dan termotivasi dalam berinkuiri. Ide penting fase orientasi pada masalah adalah mempersiapkan penyelidikan pada fase berikutnya.
Fase kedua adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Siswa dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok belajar untuk merancang kegiatan penyelidikan, melakukan kegiatan penyelidikan, dan melaporkan tugas-tugas. Pembentukan kelompok siswa disesuaikan dengan tujuan yang  ingin dicapai oleh  guru  melalui proyek-proyek tertentu. Pada fase ini, guru membantu siswa untuk menyelidiki masalah-masalah yang  diajukan pada fase sebelumnya.

Fase ketiga adalah membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Siswa melakukan kegiatan penyelidikan melibatkan proses pengumpulan data, perumusan hipotesis dan pengujian serta memberikan solusi. Kegiatan Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan agar siswa berpikir tentang masalah dan jenis-jenis informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada solusi pemecahan masalah. Guru seharusnya juga mendukung pertukaran ide-ide secara bebas dan apabila dibutuhkan guru memberikan suatu teknik dukungan belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa agar dapat belajar secara mandiri yang lebih intensif atas permasalahan tersebut.

Fase keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya. Tahapan penyelidikan sebaiknya diikuti dengan penciptaan hasil karya dan memamerkannya. Hasil karya tidak hanya laporan tertulis, tetapi juga dapat berbentuk rekaman video, slogan, poster atau presentasi multimedia.

Fase kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Kegiatan pada fase terakhir ditujukan untuk membantu siswa dalam menganalisis dan mengevaluasi proses-proses berpikir dari penyelidikan sampai dengan penemuan solusi atas masalah yang diajukan di awal pembelajaran serta guru dapat membantu siswa melakukan refleksi penyelidikan dan proses-proses yang siswa lakukan.

Kendala yang dihadapi dalam model pembelajaran Problem based Learning menurut Mudjiman (2006: 57), siswa yang malu-malu tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kelompok, adanya siswa yang menggangu, siswa tidak mampu mengatasi masalah. Siswa  terus  menerus  bergantung  dengan guru, adanya  siswa  yang  dominan sehingga  akan terkesan akan memaksakan kehendak kepada  kelompok, dan terkadang terdapat kelompok yang tidak kompak.
Kelebihan Problem based Learning menurut Trianto (2010: 96), yaitu realistik dengan kehidupan siswa, konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, memupuk inkuiri siswa, ingatan konsep siswa menjadi kuat, dan memupuk kemampuan  problem solving. Kekurangannya Problem based Learning yaitu persiapan pembelajaran yang komplek, sulitnya mencari masalah yang relevan, sering terjadi kesalahan konsep, dan memerlukan waktu yang lebih banyak. Tosun dan Taşkesenligil (2011: 128) menyebutkan bahwa Problem based Learning memiliki dampak positif pada orientasi target, nilai dan kemanjuran diri yang merupakan sub-dimensi dari motivasi  siswa terhadap kimia. Selanjutnya, Graaff dan Kolmos (2003: 661) menambahkan, pembelajaran PBL meningkatkan konsep dasar, dugaan, dan minat siswa. Etherington (2011: 50) menambahkan bahwa dalam pembelajaran Problem based Learning dapat mendefinisikan,  menyusun, dan mengenali sesuatu yang dibutuhkan oleh siswa yang berinkuiri terbuka. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari model pembelajaran Problem based Learning antara lain siswa dapat memperoleh pengalaman praktis, kegiatan belajar lebih menarik, bahan pengajaran lebih dihayati dan dipahami oleh para siswa, siswa dapat belajar dari berbagai sumber, interaksi sosial antar siswa lebih banyak dikembangkan, siswa belajar melakukan analisis dan sintesis secara simultan.

Daftar Pustaka
Widjajanti, Djamilah Bondan. 2011. Mengembangkan Softskill Siswa melalui Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah, Makalah Seminar Nasional Pendidikan MIPA Unila.
Apriyono, J. 2011.Meningkatkan Ketrampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar Melalui Pembelajaran Kolaboratif. Jurnal Prospektus.
Arends, Richard. 2008. Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.
Tan, O. S. 2004. Cognition, Meta Cognition, and Problem-Based Learning. Dalam O. S. Tan (ed.). Enhancing Thinking through Problem-Based Learning Approaches. Australia: Thomson.
Mudjiman, Haris. 2006. Belajar Mandiri, Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press)
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta. 290 hlm.
Tosun, C. dan Taşkesenligil, Y. 2011. The Effect of Problem Based Learning on Student Motivation Towards Chemistry Classes and on Learning Strategies. Journal of Turkish Science Education. 
Graff, Erik De dan Anette Kolmos. 2003. “Characteristics of Problem-Based Learning”, International Journal Engng /Vol. 19, No. 5, 657-662.



No comments:

Post a Comment